Lumbung Pangan Kelompok Tani Menjaga Ketahanan Pangan Desa Kamubheka

Ende-Kamubheka, Tananua Flores| Keberadaan Lumbung Pangan dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Lumbung Pangan akan memudahkan akses pangan masyarakat. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan menggarisbawahi bahwa setiap masyarakat mempunyai hak dan kesempatan untuk mewujudkan cadangan pangan. Lalu pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memfasilitasi pengembangan cadangan pangan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.

Kelompok Tani di Desa Kamubheka, Dusun Tanahiu menginisasi pembuatan lumbung pangan sebagai cadangan pangan ketika musim paceklik di bulan januari hingga maret. Kelompok Tani Mbei Mbani yang terdiri dari 12 Orang anggota secara swadaya mendirikan lumbung pangan yang terbuat dari kayu, gebang dan bambu.

Lumbung Pangan Kelompok Tani Mbei Mbani di Dusun Tanahiu-Kamubheka. Foto: EW 3/8/2022

Lumbung Pangan Kelompok Tani Mbei Mbani telah didirikan sejak tahun 2018. Sebagai modal awal masing-masing anggota menyetor sekitar 50 Kg Gabah. Pada tahun pertama total gabah mencapai 900 Kg. Bunga dari pinjaman gabah dapat dijual dan dijadikan sebagai modal anggota kelompok .

Kini dalam Lumbung Pangan terisi gabah sekitar 2 Ton gabah. Gabah yang ada dikumpulkan dari hasil panen masing-masing anggota kelompok. Gabah akan dipinjamkan ke anggota kelompok ketika anggota kelompok mangalami kekurangan bahan pangan. Selain itu gabah juga dapat dipinjamkan ke masyarakat sekitar dengan bunga sebesar 25 Kg.

Kelompok Tani Mbei Mbani telah didampingi Yayasan Tananua Flores sejak Tahun 2016. Kegiatan Kelompok Tani ini berfokus pada kerja di bidang pertanian untuk pembersihan lahan, mengolah kebun dari tahap menanam hingga memanen. Menarik bahwa setiap anggota kelompok memiliki iuran tahunan sebesar 50 ribu rupiah.  Pertemuan kelompok untuk membahas terkait pemberdayaan dan pengembangan kelompok dilakuan setiap dua bulan sekali.

“Ngendi” Sokal berukuran besar sebagai tempat menyimpan gabah di Lumbung Mbei Mbani. Foto: EW/3/8/2022

Hasil dari penjualan gabah  dimanfaatkan untuk kesejahteraan anggota kelompok dan juga membayar pelbagai iuran. Lumbung Pangan sangat berguna bagi petani ketika memasuki bulan Januari dan Februari saat musim paceklik. Pada bulan ini kami akan bongkar (baca: membagi gabah) lumbung untuk anggota kelompok yang membutuhkan juga masyarakat, tutur Ricardus Roja Ketua Kelompok Tani Mbei Mbani.

Modal anggota kelompok terus berkembang mencapai 5 Juta rupiah hingga tahun 2022. Dalam rencana dan yang terkumpul dari hasil kerja kelompok dijadikan sebagai dana atau modal pinjaman usaha anggota kelompok.

Pada kesempatan yang berbeda Adrianus Sagho, Kelompok Tani Moi Moku juga menggambarkan perihal inisiatif masyarakat untuk membangun Lumbung Pangan. Kelompok Tani ini terdiri 13 orang dan memiliki lumbung pangan permanen yang direhab dari rumah tua milik ketua kelompok. Dalam lumbung pangan ini tersimpan sebanyak 3,5 ton gabah yang siap dibagikan kepada anggota kelompok dan masyarakat ketika musim paceklik.

Adrianus Sagho di dalam Lumbung Pangan Kelompok Tani Moi Moku. Foto: EW/3/8/2022

Kepala Desa Kamubheka, Melkior Mengga mendukung keberadaan Lumbung Pangan di Desa Kamubheka. Pemerintah Desa Kamubheka juga memiliki Lumbung Pangan yang terletak di samping kantor Desa Kamubheka. Masyarakat dapat membeli beras di Lumbung Pangan Desa. Lumbung Pangan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang mana dijadikan sebagai pasokan bahan pangan ketika gagal panen dan musim paceklik.

Lumbung Pangan sebagai cadangan pangan dan juga strategi ketahanan pangan masyarakat. Cadangan pangan ketika terjadi gangguan produksi bahan pangan. Lumbung Pangan menjadi pasokan pangan untuk mempermudah akses pangan masyarakat dan menjaga daya beli masyarakat. Lumbung pangan dapat merupakan hasil inisiasi kelompok dan komunitas. Keberadaan lumbung pangan produktif melibatkan partisipasi masyarakat, akses yang seimbang, kontrol dari pengelola, dan juga terbuka untuk kemanfaatan bagi kelompok rentan.(ed. Edi Woda)

Penulis: Emilia Kumanireng

Lumbung Pangan Kelompok Tani Menjaga Ketahanan Pangan Desa Kamubheka Read More »

Menyibak Potensi Pangan “Gaplek” Desa Unggu

Ende-Unggu, Tananua Flores| Waktu bergerak pasti membuka hari baru yang cerah. Matahari bergerak merangkak naik menyinari hamparan Dusun Pemowawi, Desa Unggu-Kecamatan Detukeli, Ende-Flores. Para ibu berbondong-bondong menuju lahan singkong untuk menuai hasil panen. Panenan hari ini melimpah. Singkong yang telah ditanam sembilan bulan yang lalu dipanen. Ceria nampak dalam raut wajah ketika kembali dari ladang. Umbi singkong dikupas dan dibersihkan lalu di potong menjadi beberapa bagian.

Ibu Katarina Vele (51) bertekun memotong singkong. Hari ini ibu 6 anak memanen sebanyak 8 rumpun singkong. Singkong yang telah diiris kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Singkong yang telah dikeringkan akan bertahan lama sebagai bahan cadangan pangan 3 bulan mendatang.

Katarina Vele (51) memotong singkong untuk dibuat menjadi Gaplek. Foto: Nining 13/7/2022

Sambil berbagi cerita bersama para ibu,  Nining Pendamping Lapangan Yayasan Tananua Flores Desa Unggu bersama para ibu mengolah singkong menjadi Gaplek. Gaplek ini diolah secara sederhana dengan cara mengupas singkong, lalu dicuci bersih dan dipotong menjadi beberapa bagian sebesar 10 cm. Singkong itu kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1 Minggu.

Nikmatnya Gaplek akan terasa ketika dikukus lalu disantap bersama sambal kelapa dan ikan teri. Selain itu Gaplek akan diolah menjadi tepung sebagai bahan olahan kue untuk dihidangkan di meja makan keluarga. Meskipun demikian gaplek yang disimpan lama dapat rusak oleh hama gudang (Araecerus fasciculatus). Karena itu gaplek sebaiknya disimpan ditempat yang kering dengan suhu yang cukup.

Gaplek merupakan produk olahan singkong yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Umumnya gaplek terdiri dari dua jenis. Ada gaplek putih yang dapat ditepungkan atau dibuat thiwul dan gaplek hitam yang disebut gatot. Gatot yang berwarna hitam adalah bakteri hasil penjemuran pada waktu siang hingga malam hari. Tekstur Gatot lebih kenyal karena perombakan pati menjadi senyawa dan bakteri.

Ibu-ibu Dusun Pemowawi-Unggu menjemur singkong untuk dijadikan Gaplek. Foto: Nining, 13/7/2022

Diversifikasi pengolahan singkong memberikan cita rasa yang lebih disukai masyarakat dan juga akan manambah nilai gizi. Produk olahan dari tepung gaplek antara lain tepung Mocat (Modified Cassava Flour) dan pati seperti kerupuk, rerotian, mie, beras sintetik dan berbagai kue basah dan kering.

Gaplek memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, memiliki serat yang tinggi dan kandungan gula yang rendah. Gaplek memiliki kandungan nutrisi, Per 1 Kg Gaplek terdapat 3000  Kalori, 3,3% protein kasar, 5,3% lemak kasar, 0,17% phospor, 0,57% Kalsium (Tillman et al, 1991).

Hasil panen Singkong Desa Unggu setelah dipotong, siap dijemur dan hasil olahan singkong untuk siap disantap. Foto: Nining 17/7/2022

Potensi Singkong di Indonesia amat menjanjikan. 58% akan dimanfaatkan sebagai bahan pangan, 28% sebagai bahan baku industri, 2% sebagai bahan pakan, dan 8% diekspor dalam bentuk gaplek. Produk yang diekspor adalah Cassava Dried (Chip, Sawut, Gaplek) dan produk antara (tepung singkong dan pati). Produk Cassava Dried dapat diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Jepang, China, Korea, dan negara-negara Eropa (Yenny, 2018). (Edi-BW)

 

 

Menyibak Potensi Pangan “Gaplek” Desa Unggu Read More »

Menikmati Pangan Lokal, Merawat Kehidupan; Lokamini Pangan Lokal Desa Rutujeja

Ende, Tananua Flores| Pangan adalah jati diri kita, siapa yang menguasai pangan dan benih dia menguasai kehidupan. Pangan adalah jati diri manusia. Badan Pangan Dunia (FAO/Food and Agriculture Organization) menggarisbawahi bahwa pangan lokal merupakan pangan yang diproduksi, dipasarkan, dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifannya.

Dalam kegiatan Lokamini yang terjadi di Desa Rutujeja Rabu, 20/07/2022, Hironimus Pala, Ketua Yayasan Tananua Flores (YTNF) menjelaskan bahwa Pangan Lokal merupakan inti dari kehidupan seorang petani. Ka eo kita tedo, tedo apa eo kita ka. Kita mengonsumsi makanan yang kita usahakan atau yang kita kerjakan.

Pangan Lokal Desa Rutujeja Nggoli (Kacang merah). Foto: EW|20/07/2022

Makanan pokok lokal seperti Are (Padi), Jawa (Jagung), Wete (Jewawut), Lolo (Sorgum), Pega (Serealia), Ndelo (Umbi Ganyo), Ura (Kacang-kacangan), Mbape (Jali) begitu melimpah di daerah Rutujeja. Masyarakat dapat mengonsumsi pangan lokal ini karena memiliki kandungan yang bergizi.

Peserta Lokamini Pangan Lokal ini berjumlah 22 orang masyarakat rutujeja yang meliputi Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Pengurus Kelompok Tani, Guru Sekolah Dasar, Murid Sekolah Dasar, dan Staf Pemerintahan Desa. Dalam kegiatan lokamini ini para peserta aktif menyebutkan dan memberikan penjelasan terkait keberagaman pangan lokal di Rutujeja.

Pangan Lokal Desa Rutujeja Lolo Mera (Sorgum Merah). Foto: EW|20/07/2022

Kesempatan ini hendak mengklarifikasi hasil penelitian tentang keberagaman pangan yang ada di Rutujeja. Dalam presentasinya Ketua YTNF memaparkan hasil temuan mengenai jenis pangan, dan hasil olahan pangan lokal. Selain itu beliau juga membahas tentang pengaruh keberadaan pangan industri bagi kesehatan. Pembicara juga menjelaskan tentang peran Lembaga Adat, Lembaga Agama, Pemerintah Desa dan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan konsumsi pangan lokal.

Kegiatan yang berlangsung di kantor Desa Rutujeja ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Desa. Stefanus Benyamin Dadi, sebagai Kaur Perencanaan, mewakili Kepala Desa menyambut baik acara ini. Beliau mengharapkan agar masyarakat tetap menanam, menjaga, serta mengonsumsi makanan lokal ini.  Makanan lokal adalah makanan yang sehat dan bergizi.

Hironimus Pala, Ketua YTNF memaparkan materi Lokamini Pangan Lokal.

Foto: EW|20/07/2022

Pertemuan ini menyepakati perihal menjaga keberagaman pangan lokal yang ada di Desa. Besar harapan bahwa acara lokamini ini menjadi motor penggerak dalam pembuatan Peraturan Desa tantang pangan lokal. Desa Rutujeja dapat terlibat dalam acara festival pangan lokal yang akan diselenggarakan pada waktu yang akan datang.

Desa Rutujeja memiliki potensi untuk memberdayakan pangan pokok lokal. Supu Bugu Kema Mbale. Bekerja dengan keseriusan akan memberikan pertumbuhan dan kesuburan. Apa yang diusahakan dapat menghasilkan kehidupan.Tedo Tembu, Wesa Wela, Peni Nge, Wesi Nuwa. Sehingga dengan demikian setiap kerja dan usaha dapat mencapai kesejahteraan. Mera Tebo Keta, Ndi Lo Ngga. Petuah-petuah sahaja ini menjadi doa dan harapan dalam setiap usaha untuk mencapai ketahanan pangan dan kesejahteraan.

Arnoldus Mage, Staf Lapangan YTNF di Desa Rutujeja mendata keberagaman pangan lokal.

Foto:EW|20/07/2022

Sebagai rencana tindak lanjut masyarakat dapat mengonsumsi pangan lokal sambil menciptakan produk khas untuk dapat dipasarkan baik secara langsung maupun secara online. Pangan Lokal memiliki nilai kearifan dan nilai ekonomis jika terus dirawat dan dijaga.

Desa Rutujeja berada di Kecamatan Lepembusu Kelisoke. Jarak Desa Rutujeja dari Kota Kabupaten Ende sekitar 64 Km, dan jarak dari Kota Kecamatan sekitar 19 Km. Luas Desa Rutujeja 8.05 Km2 dan berada sekitar 1000 MDpl.

 

 

Menikmati Pangan Lokal, Merawat Kehidupan; Lokamini Pangan Lokal Desa Rutujeja Read More »

Dimanakah Lumbung Pangan?

Di Indonesia lumbung pangan merupakan tradisi. Lumbung pangan sudah ada sejak budaya padi. Lumbung pangan telah ada sejak zaman kerajaan hindu budha, sejak kerajaan Mataram Kuno abad ke 9. Adanya Candi Lumbung di daerah Magelang-Jawa Tengah adalah bukti sejarah bahwa sejak saat itu masyarakat telah memanfaatkan lumbung sebagai tempat menyimpan padi.

Pada masa kolonial lumbung pangan masyarakat dikelola oleh Bank Perkreditan Rakyat (Dies Voot Volkscreditswen) dibawah naungan Departemen Dalam Negeri. Kemudian pada masa pemerintahan orde baru terdapat instruksi presiden sebagai bentuk kebijakan cadangan pangan oleh pemerintah. Kebijakan pembangunan ini mendukung pengembangan lumbung desa.

Lumbung Pangan. Foto: wittness.tempo.co

Keberadaan lumbung pangan cocok untuk daerah yang mengalami rawan pangan. Lumbung pangan mendukung keberlangsungan pangan di daerah yang relatif terisolasi dan rentan terhadap bencana. Lumbung pangan berfungsi sebagai cadangan pangan. Pada musim paceklik lumbung pangan dapat dapat mengantisipasi terjadi kekurangan bahan pangan. Selain itu lumbung pangan dapat mengantisipasi ancaman gagal panen akibat bencana, serangan hama, anomali iklim dan banjir.

Menarik bahwa masyarakat di Desa Mbotulaka, Kecamatan Wewaria masih memiliki lumbung pangan. Hasil panen seperti padi, jagung dan umbi-umbian disimpan di lumbung sebagai cadangan makanan dan tempat menyimpan benih.  Di Mbotulaka lumbung pangan (Kebo) adalah warisan nenek moyang. Lumbung dibangun di kebun dan ada pula yang membangun lumbung disamping rumah. Secara tradisional lumbung terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari daun.

Pemerintah melalui kebijakannya juga memberdayakan lumbung pangan. Revitalisasi dan pengembangan lumbung pangan di Kemendagri dipayungi oleh keputusan Kementerian dalam negeri dan otonomi daerah no 6 tahun 2001 tentang pengembangan lumbung pangan masyarakat atau kelurahan. Lumbung pangan dijadikan sebagai tempat menyimpan dan meminjam bahan pangan secara sistematis, terpadu dan berkesinambungan.

Meskipun demikian keberadaan lumbung pangan mulai jarang dijumpai di masyarakat. Hal ini karena penerapan revolusi hijau yang memperkenalkan teknologi padi unggul. Model pengembangan pertanian modern yang cepat tidak sesuai dengan keberadaan lumbung pangan masyarakat. Selain itu keberadaan Bulog untuk mengstabilisasi pasokan bahan pangan membuat masyarakat tidak lagi memanfaatkan lumbung. Era globalisasi  memperlihatkan adanya keberagaman pangan yang merubah pola konsumsi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak membutuhkan lumbung untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Masyarakat mulai memenuhi kebutuhan pangannya dengan membeli di pasar.

Keberadaan lumbung pangan terkait erat dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan memengaruhi ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan. Wilayah Desa Mbotulaka memiliki potensi kerawanan pangan dalam beberapa dekade mendatang oleh karena aksesibilitas wilayah yang sulit. Penggunan alat pertanian modern, pemanfaatan pupuk kimia, dan penggunaan benih buatan di wilayah pertanian Desa Mbotulaka juga mengurangi pemanfaatan lumbung pangan. Kualitas bahan pangan seperti padi dan jagung tidak bertahan lama ketika disimpan di lumbung. Sejatinya dengan memanfaatkan lumbung untuk mengantisipasi kerawanan pangan berarti turut serta dalam upaya penanganan kemiskinan.

Penulis (Andre Ngera)

Editor (Edi Woda)

Dimanakah Lumbung Pangan? Read More »

Translate »