Renstra Tananua 2025: Momentum Pembaruan dan Semangat Kolektif untuk Bergerak Maju

Ende – Tananua Flores| Proses penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Tananua 2025 menjadi momentum penting yang membawa semangat baru dalam cara kerja lembaga. Setelah melalui tiga tahap panjang yang berlangsung selama enam bulan, seluruh proses akhirnya tiba pada puncak refleksi bersama. Proses ini tidak hanya menghasilkan dokumen strategis, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan, semangat belajar, dan komitmen bersama untuk membawa Tananua ke arah yang lebih maju.

Salah satu peserta Agnes Ngura, di Bina Kerahiman kamis 9 Oktober 2025, menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada para fasilitator dan tim pengurus yang telah memfasilitasi seluruh rangkaian proses Renstra dari tahap pertama hingga ketiga.

“Secara pribadi, saya mendapatkan banyak pengetahuan baru. Harapan saya, ke depan rencana dalam Renstra ini bisa berjalan sesuai kesepakatan bersama. Terima kasih kepada pengurus yang telah bekerja keras. Semoga kita semua tetap kompak agar program kerja bisa berjalan baik,” ujarnya penuh semangat.

Senada dengan itu, Laurens Naja Staf Tananua juga memberikan ucapan terima kasih kepada pengurus, pembina, dan tim pengawasan yang telah mendukung seluruh proses penyusunan Renstra.

“Kami sangat menghargai kerja keras semua pihak. Harapan kami, Pak Lugas dan Ibu Selma tetap mendampingi Tananua ke depan. Dukungan dan bimbingan mereka sangat berarti untuk keberlanjutan lembaga ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Ibu Selma, perwakilan dari lembaga Menjadi, mengungkapkan kesan positifnya terhadap atmosfer kerja di Tananua.

“Sejak pertama saya datang, suasananya sudah berbeda. Tananua menyambut kami dengan hangat dan memberi kesempatan luas bagi kami bereksplorasi dan berkenalan dengan banyak staf Tananua, dan yang berbeda di Tananua staf muda Tananua diberi kesempatan untuk belajar dan berinovasi. Nilai ini harus terus dipertahankan, karena di sinilah letak kekuatan Tananua,” katanya.

Ia menambahkan bahwa Tananua memiliki energi besar untuk berkembang, dan kolaborasi yang telah terjalin perlu terus diperkuat.

“Kami dari Menjadi siap terus berkolaborasi dan berbagi metode yang kompetitif agar Tananua semakin maju,” tambahnya.

Dari sisi pengawasan, Dr. Imaculata Fatima selaku pengawas Tananua, mengaku sangat terkesan dengan proses penyusunan Renstra tahap ketiga.

“Tidak mudah menyusun Renstra, tapi saya melihat semangat dan proses yang luar biasa dari tim. Saya semakin mencintai Tananua karena kerja keras dan komitmennya. Renstra ini akan membawa Tananua semakin jaya,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Ketua Pengurus Tananua, Hironimus Pala, menyebut Renstra kali ini sebagai proses terpanjang dan paling berkesan dalam perjalanan organisasi.

“Selama enam bulan, kami berproses, berdiskusi, dan bertemu sembilan kali dalam satu ruang. Banyak pengetahuan dan inspirasi yang muncul. Jika organisasi ingin kuat, banyak aspek harus diperhatikan. Kita bermimpi agar dalam lima tahun ke depan, Tananua bisa menjangkau wilayah yang lebih luas, bahkan seluruh Flores,” jelasnya.

Ia menegaskan pentingnya membangun lumbung data Tananua sebagai pusat pengetahuan dan dokumentasi bersama.

Dari sisi pembina, Bapak Flavianus Senda menegaskan bahwa proses Renstra kali ini sangat berkesan karena dimulai dari refleksi akar permasalahan dan dilandasi semangat kebersamaan.

“Saya menemukan Renstra yang luar biasa, karena dibangun dari akar dan cara pandang yang menyatukan perbedaan. Saya yakin Tananua telah banyak berbuat bagi masyarakat. Renstra adalah kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Jika sudah ditulis, kita harus berani melakukannya,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada para fasilitator yang telah memimpin diskusi dengan baik, saya secara pribadi mengakui bahwa pengalaman bersama Tananua telah menjadi proses pembelajaran dan bahkan pertobatan pribadi.

Melalui seluruh proses panjang ini, Renstra Tananua 2025 bukan hanya sekadar dokumen strategis, tetapi juga cermin semangat kolaborasi, refleksi mendalam, dan komitmen bersama untuk membawa perubahan nyata bagi masyarakat. Dengan dukungan pembina, pengurus, pengawas, dan mitra seperti Menjadi, Tananua siap melangkah menuju masa depan yang lebih kuat dan berdaya Saing.***Jhuan

Renstra Tananua 2025: Momentum Pembaruan dan Semangat Kolektif untuk Bergerak Maju Read More »

Belajar Pertanian Organik di Tou Barat: Tantangan dan Solusi

Ende, Kota Baru – Tananua Flores. Desa Tou Barat, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, menjadi tuan rumah kegiatan kunjungan belajar pertanian organik dan cerdas iklim pada 21–22 Agustus 2025. Dengan mengusung tema “Berbagi Itu Asik dan Lestari Sambil Bermesraan dengan Alam”, kegiatan ini menghadirkan pengalaman belajar langsung bagi para petani setempat.

Dari sharing pembelajaran dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga Tou Barat menggantungkan hidup pada kebun kakao, tanaman pangan, dan hortikultura. Lahan mereka masih subur, namun mulai terancam akibat praktik pertanian intensif pada masa lalu. Kegiatan ini dinilai relevan untuk membangun kesadaran baru tentang cara bertani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kepala Desa Tou Barat, Frans Seda, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran petani.

“Pejabat bisa berganti, tapi petani selalu hadir memastikan ketersediaan pangan bagi seluruh umat manusia,” ujarnya.

Menurutnya, profesi petani merupakan panggilan hidup yang mulia dan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Tantangan Perubahan Iklim

Manajer Program Tananua Flores, Heribertus Se, menyoroti persoalan perubahan iklim yang semakin nyata. Ia menyebut ketidakpastian musim, kekeringan, banjir, dan serangan hama sebagai tantangan besar yang dihadapi petani saat ini.

“Pertanian cerdas iklim bukan pilihan, melainkan keharusan. Desa Tou Barat punya kekuatan khas. Dengan belajar bersama, kita bisa melahirkan inovasi yang relevan bagi masa depan,” jelasnya.

Heribertus juga mendorong keberanian petani untuk saling berbagi pengalaman. Menurutnya, berbagi merupakan jalan menuju kekuatan bersama dalam menghadapi tantangan pertanian.

Kegiatan belajar pertanian organik di isi dengan materi-materi ini yang merupakan kehidupan dunia pertanian antara teori, Praktik dan juga refleksi pengalaman dari masing-masing individu. Dalam Sesi inti ini dibawakan oleh Benyamin, praktisi pertanian organik. Ia memaparkan lima strategi penting:

  1. Menggunakan varietas unggul tahan iklim ekstrim.
  2. Melakukan pemupukan berimbang dengan pupuk organik.
  3. Mengelola sumber daya air secara bijak.
  4. Mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dengan ramuan alami.
  5. Melakukan diversifikasi tanaman untuk menjaga ketahanan ekonomi keluarga.

Peserta menilai materi tersebut tidak hanya sebatas teori, tetapi langsung menyentuh realitas kehidupan mereka sehari-hari.

Jaga Tanah Leluhur

Di akhir kegiatan, Heribertus mengingatkan pentingnya menjaga tanah dan air dari ancaman proyek besar yang merusak lingkungan.

“Tuhan titipkan tanah ini untuk dikelola dengan baik. Mari kita jaga tanah leluhur dari proyek multinasional yang merusak lingkungan,” katanya.

Kepala Desa Frans Seda menambahkan pesan kuat kepada masyarakatnya.

“Orang luar saja mau belajar di desa ini. Masa kita, masyarakat sendiri, menyia-nyiakan pengetahuan yang kita miliki? Mari kita kembangkan, demi anak cucu, demi tanah leluhur kita, demi bangsa,” tegasnya.

Kunjungan belajar di Tou Barat bukan sekadar pertemuan singkat, melainkan proses membangun kesadaran bersama. Kegiatan ini menekankan bahwa perubahan dapat dimulai dari langkah kecil: menanam pohon, merawat tanah, berbagi pengalaman, dan mencintai kebun. Tou Barat kini memiliki cerita baru. Dari desa kecil dengan infrastruktur terbatas, ia tumbuh menjadi ruang pembelajaran bagi banyak orang. Dari petani sederhana, lahir guru kehidupan yang menyalakan harapan untuk masa depan pertanian yang lebih hijau, adil, dan lestari.

Ditulis : HS

Belajar Pertanian Organik di Tou Barat: Tantangan dan Solusi Read More »

Menjaga Alam, Merawat Harapan

Di antara perbukitan hijau di perbatasan Kabupaten Ende dan Sikka, terdapat kisah perjuangan dan harapan yang lahir dari masyarakat Desa Tiwusora dan Liselande. Pada tanggal 24 Januari 2025, di tengah tantangan alam yang berat, mereka berjuang untuk mempertahankan kelestarian lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Pagi itu, Okto Pega, seorang staf pendamping Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga, bersama sekelompok warga bersiap memulai perjalanan panjang. Misi mereka jelas: mendistribusikan peralatan konservasi dan materi edukasi lingkungan yang mendukung keberlanjutan alam desa mereka. Namun, perjalanan ini bukan sekadar membawa barang—ini adalah langkah nyata dalam menjaga warisan leluhur.

Menembus Hutan, Mengarungi Sungai
Dengan semangat yang menyala, mereka menapaki jalan berbatu dan menanjak, menembus hutan yang masih diselimuti kabut pagi. Langkah demi langkah, mereka menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya ujian fisik, tetapi juga ujian kesabaran dan kebersamaan.

Salah satu tantangan terbesar muncul ketika mereka harus menyeberangi sungai yang debit airnya meningkat akibat hujan semalam. Dengan tali sebagai pegangan, mereka bergantian menyeberang, memastikan keselamatan setiap anggota rombongan. Tak jauh dari sana, seorang pemuda hampir terjatuh saat motor yang ia kendarai kehilangan keseimbangan di jalan curam. Beruntung, seorang lainnya dengan sigap membantunya.

“Ini bukan pertama kali kami menghadapi medan seperti ini,” ujar Pak Okto sambil tersenyum. “Tapi selama kita bersama, tantangan akan selalu terasa lebih ringan.”

Refleksi di Tengah Perjalanan
Di sebuah bukit kecil, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. Dari sana, hamparan hutan hijau membentang luas, sungai berkelok-kelok di kejauhan, dan lembah masih berselimut kabut. Keindahan yang memanjakan mata itu menyimpan pesan mendalam.

Stevanus Sora, seorang anggota patroli alam, duduk memandangi pemandangan itu. Dengan suara pelan, ia berkata, “Kalau kita tidak menjaga ini, mungkin lima tahun lagi pemandangan ini hanya tinggal cerita.”

Kata-kata itu menggema di hati mereka. Alam yang mereka cintai bukan hanya tempat hidup, tetapi juga identitas dan masa depan yang harus dijaga.

Tiba di Tujuan, Merajut Asa
Setelah berjam-jam berjalan, mereka tiba di desa. Warga yang telah menunggu menyambut mereka dengan hangat. Tanpa membuang waktu, mereka segera membagikan barang-barang, mulai dari power drill, gentong air, hingga terpal untuk keperluan konservasi tanah.

Di bawah pohon beringin besar, pertemuan spontan pun digelar. Warga berdiskusi tentang bagaimana menjaga hutan tetap hijau, mata air tetap mengalir, dan tanah tetap subur.

Seorang pemuda desa, Deodatus Ngera, mengangkat tangan dan berkata, “Dulu, nenek moyang kita menjaga tanah ini dengan doa dan kerja keras. Sekarang, kita yang bertanggung jawab. Jangan sampai anak cucu kita hanya mendengar cerita tentang hutan, tetapi tak bisa lagi melihatnya.”

Harapan yang Tak Pernah Padam
Perjalanan panjang itu melelahkan, tetapi semangat kebersamaan membuatnya terasa ringan. Di perbatasan Kabupaten Ende dan Sikka, di antara rimbunnya pepohonan dan semilir angin gunung, harapan baru telah lahir.

Bagi masyarakat Desa Tiwusora dan Liselande, perjuangan ini bukan sekadar tentang mereka, tetapi tentang masa depan generasi yang akan datang. Mereka mungkin tidak memiliki banyak harta, tetapi mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga: hutan, air, dan tanah yang harus tetap hidup.

Dan selama masih ada harapan, perjuangan ini akan terus berlanjut.

Oleh: Okto Pega
Staf Pendamping Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga
Desa Liselande dan Tiwusora, Kecamatan Kotabaru

Menjaga Alam, Merawat Harapan Read More »

Sosialisasi Program Hak Alam dan Hak Warga: Meningkatkan Produktivitas Pertanian Berkelanjutan di Desa Raburia

Ende, Raburia – Tananua flores | Sosialisasi Program Layanan Hak Alam dan Hak Warga, sebuah inisiatif yang bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian serta penguatan ekonomi masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan. Kegiatan ini diinisiasi oleh Yayasan Tananua Flores dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, tokoh agama, pendidik, kelompok tani, serta perangkat desa.Pelaksanaan kegiatan tersebut bertempat di Aula Kantor Desa Raburia pada 31/01/2025

Dalam sambutannya, Kepala Desa Raburia, Ambrosius Mani, mengapresiasi peran Yayasan Tananua Flores dalam pemberdayaan petani di wilayahnya. Ia menegaskan bahwa program ini merupakan tindak lanjut dari lokakarya sebelumnya di Aula Bina Kerahiman, Ende, yang juga melibatkan 13 desa dampingan lainnya.

“Harapan saya, peserta yang hadir dapat menindaklanjuti kegiatan ini di tingkat kelompok. Dalam waktu dekat, kami akan memasukkan beberapa program pendampingan ini ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Raburia melalui forum review RPJMDes, sehingga dapat didanai melalui dana desa,” ujar Ambrosius.

Sosialisasi ini turut melibatkan Stefanus Aba, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Raburia, yang menyoroti pentingnya revitalisasi tujuh kelompok tani di desa tersebut. Ia juga mengingatkan tentang perlunya konservasi mata air sebagai sumber utama kehidupan masyarakat.

“Saya berharap kelompok tani yang hadir bisa lebih aktif dan turut serta dalam upaya pelestarian alam kita,” tambah Stefanus.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Raburia, Lukas Raja, juga menyampaikan apresiasinya terhadap pendampingan yang dilakukan Yayasan Tananua Flores. Ia berharap program ini mampu membawa perubahan nyata dalam peningkatan hasil pertanian sekaligus mendongkrak ekonomi masyarakat Desa Raburia.

Pada sesi pemaparan materi, Penyamin Gosa, Koordinator Program Layanan Hak Alam dan Hak Warga, bersama Hermanus Nebon Lion, staf Monitoring, Evaluasi, Akuntabilitas, dan Pembelajaran (MEAL) Yayasan Tananua Flores, menekankan pentingnya pembentukan Lembaga Perlindungan Hak Alam dan Hak Masyarakat (LPHAM).

Hermanus menjelaskan bahwa LPHAM akan berperan dalam menjaga keseimbangan antara hak masyarakat dan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Pendampingan dari Yayasan Tananua Flores akan berlangsung selama tiga tahun, sesuai perjanjian kerja sama yang telah disepakati.

“Kami berharap LPHAM ini nantinya dapat berdiri secara mandiri dan menjadi wadah perlindungan bagi kelompok tani serta masyarakat Desa Raburia,” tegas Hermanus.

Sementara itu, Kepala Sekolah SDI Raburia, Yulius Minggus, S.Pd, menyoroti pentingnya edukasi konservasi bagi generasi muda. Menurutnya, anak-anak harus diperkenalkan dengan konsep pertanian berkelanjutan agar mereka memahami pentingnya menjaga keseimbangan alam sejak dini.

“Di era digital seperti sekarang, banyak anak-anak yang semakin jauh dari dunia pertanian dan konservasi lingkungan. Oleh karena itu, program ini sangat relevan untuk diterapkan di sekolah,” ungkap Yulius.

Sosialisasi ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan di Desa Raburia. Dengan adanya pendampingan dari Yayasan Tananua Flores, diharapkan masyarakat semakin memahami pentingnya memanfaatkan alam secara bijaksana demi kesejahteraan generasi mendatang.***

Kontributor : Ersin

Editor : Jhuan Mari

 

Sosialisasi Program Hak Alam dan Hak Warga: Meningkatkan Produktivitas Pertanian Berkelanjutan di Desa Raburia Read More »

Penyusunan Perdes Berkualitas, Tananua Flores Gelar Pelatihan bagi Pemerintah Desa dan BPD

Ende, Tananua | Yayasan Tananua Flores menggelar pelatihan peningkatan kapasitas bagi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di wilayah dampingan untuk mendorong penyusunan peraturan desa (Perdes) yang berkualitas. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, pada 28–29 Januari 2024, di Aula Bina Olangari Ende

Pelatihan ini diikuti oleh tiga perwakilan dari masing-masing desa, yakni kepala desa, sekretaris desa, dan ketua BPD.

Dalam sambutannya, Direktur Tananua Flores, Bernadus Sambut, menyampaikan apresiasi kepada para peserta dari desa-desa dampingan yang mengikuti program kelautan dan perikanan. Ia juga memberikan gambaran umum mengenai program Tananua, khususnya di bidang kelautan dan perikanan yang telah berjalan lebih dari lima tahun. Beberapa capaian yang telah diraih antara lain:

Pertama,Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah ditetapkan dan diundangkan oleh masing-masing sekretaris desa.

Kedua,Penerapan sistem buka-tutup lokasi penangkapan gurita yang dilakukan oleh kelompok pengelola perikanan setiap tiga bulan sekali.

Ketiga,Pendampingan terhadap kelompok simpan pinjam yang hingga saat ini masih berjalan.

Ke Empat, Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan massal yang dilakukan Tananua bekerja sama dengan pemerintah desa dan puskesmas guna memberikan layanan kesehatan gratis kepada nelayan dan masyarakat pesisir.

Bernadus juga mengajak seluruh peserta untuk terus membangun koordinasi dan kolaborasi dalam menjaga ekosistem wilayah pesisir serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Bagian Hukum Kabupaten Ende, Ignasius B. Kapo, SH, MH, yang hadir sekaligus membuka pelatihan, memberikan apresiasi atas kerja sama antara pemerintah desa dan Yayasan Tananua Flores dalam penyelenggaraan kegiatan ini. Ia menyoroti berbagai permasalahan dalam penyusunan peraturan desa yang kerap kurang berkualitas, sehingga implementasinya belum optimal.

Menurutnya, peraturan desa harus dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang agar memiliki kekuatan hukum yang sah. Ia menegaskan bahwa peraturan desa bersifat mengikat secara umum, berbeda dengan keputusan administratif yang bersifat konkret dan individual (beschikking). Selain itu, peraturan desa harus mengakomodasi kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu.

Mantan Camat Maukaro itu berharap pelatihan ini dapat menjadi momentum bagi aparat pemerintah desa dan BPD untuk meningkatkan pemahaman dalam menyusun peraturan desa yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan masing-masing wilayah Desanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo, Elias Cima, S.Sos., M.A., dalam materinya yang bertajuk Revolusi Mental dalam Tata Kelola Pemerintahan dan Kepemimpinan Desa, menegaskan bahwa revolusi mental bertujuan menciptakan tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik, meningkatkan etos kerja, serta memperkuat kerja sama tim dalam melayani masyarakat.

Mantan dosen STPM St. Ursula Ende itu menjelaskan bahwa pilar utama revolusi mental dalam kepemimpinan desa mencakup:

  • Integritas → Jujur, dapat dipercaya, berkarakter, dan bertanggung jawab.
  • Kerja Keras → Memiliki etos kerja tinggi, daya saing, optimisme, inovatif, dan produktif.
  • Gotong Royong → Mendorong kerja sama, solidaritas, serta kepedulian terhadap kepentingan bersama.

Di sisi lain, Kepala Desa Kotodirumali, Maternus Mau, menyampaikan apresiasinya terhadap pelatihan ini. Menurutnya, kegiatan ini sangat bermanfaat karena memberikan pemahaman baru terkait tata kelola pemerintahan desa serta penyusunan regulasi yang lebih baik.

“Kegiatan ini sangat baik dan perlu berkelanjutan. Kami, pemerintah desa dan BPD, mendapatkan banyak pengetahuan baru dalam tata kelola pemerintahan serta penyusunan regulasi dan kebijakan di desa. Ke depan, kami berharap dapat melahirkan peraturan desa yang sesuai dengan potensi masing-masing desa dan menerapkannya dengan baik. Kami juga berharap kolaborasi antara pemerintah desa dan Yayasan Tananua terus berjalan,” ujar Maternus.

Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas peraturan desa yang lebih efektif, partisipatif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. *** Jhuan Mari

Penyusunan Perdes Berkualitas, Tananua Flores Gelar Pelatihan bagi Pemerintah Desa dan BPD Read More »

Translate »