Menjaga Alam, Merawat Harapan

Di antara perbukitan hijau di perbatasan Kabupaten Ende dan Sikka, terdapat kisah perjuangan dan harapan yang lahir dari masyarakat Desa Tiwusora dan Liselande. Pada tanggal 24 Januari 2025, di tengah tantangan alam yang berat, mereka berjuang untuk mempertahankan kelestarian lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Pagi itu, Okto Pega, seorang staf pendamping Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga, bersama sekelompok warga bersiap memulai perjalanan panjang. Misi mereka jelas: mendistribusikan peralatan konservasi dan materi edukasi lingkungan yang mendukung keberlanjutan alam desa mereka. Namun, perjalanan ini bukan sekadar membawa barang—ini adalah langkah nyata dalam menjaga warisan leluhur.

Menembus Hutan, Mengarungi Sungai
Dengan semangat yang menyala, mereka menapaki jalan berbatu dan menanjak, menembus hutan yang masih diselimuti kabut pagi. Langkah demi langkah, mereka menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya ujian fisik, tetapi juga ujian kesabaran dan kebersamaan.

Salah satu tantangan terbesar muncul ketika mereka harus menyeberangi sungai yang debit airnya meningkat akibat hujan semalam. Dengan tali sebagai pegangan, mereka bergantian menyeberang, memastikan keselamatan setiap anggota rombongan. Tak jauh dari sana, seorang pemuda hampir terjatuh saat motor yang ia kendarai kehilangan keseimbangan di jalan curam. Beruntung, seorang lainnya dengan sigap membantunya.

“Ini bukan pertama kali kami menghadapi medan seperti ini,” ujar Pak Okto sambil tersenyum. “Tapi selama kita bersama, tantangan akan selalu terasa lebih ringan.”

Refleksi di Tengah Perjalanan
Di sebuah bukit kecil, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. Dari sana, hamparan hutan hijau membentang luas, sungai berkelok-kelok di kejauhan, dan lembah masih berselimut kabut. Keindahan yang memanjakan mata itu menyimpan pesan mendalam.

Stevanus Sora, seorang anggota patroli alam, duduk memandangi pemandangan itu. Dengan suara pelan, ia berkata, “Kalau kita tidak menjaga ini, mungkin lima tahun lagi pemandangan ini hanya tinggal cerita.”

Kata-kata itu menggema di hati mereka. Alam yang mereka cintai bukan hanya tempat hidup, tetapi juga identitas dan masa depan yang harus dijaga.

Tiba di Tujuan, Merajut Asa
Setelah berjam-jam berjalan, mereka tiba di desa. Warga yang telah menunggu menyambut mereka dengan hangat. Tanpa membuang waktu, mereka segera membagikan barang-barang, mulai dari power drill, gentong air, hingga terpal untuk keperluan konservasi tanah.

Di bawah pohon beringin besar, pertemuan spontan pun digelar. Warga berdiskusi tentang bagaimana menjaga hutan tetap hijau, mata air tetap mengalir, dan tanah tetap subur.

Seorang pemuda desa, Deodatus Ngera, mengangkat tangan dan berkata, “Dulu, nenek moyang kita menjaga tanah ini dengan doa dan kerja keras. Sekarang, kita yang bertanggung jawab. Jangan sampai anak cucu kita hanya mendengar cerita tentang hutan, tetapi tak bisa lagi melihatnya.”

Harapan yang Tak Pernah Padam
Perjalanan panjang itu melelahkan, tetapi semangat kebersamaan membuatnya terasa ringan. Di perbatasan Kabupaten Ende dan Sikka, di antara rimbunnya pepohonan dan semilir angin gunung, harapan baru telah lahir.

Bagi masyarakat Desa Tiwusora dan Liselande, perjuangan ini bukan sekadar tentang mereka, tetapi tentang masa depan generasi yang akan datang. Mereka mungkin tidak memiliki banyak harta, tetapi mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga: hutan, air, dan tanah yang harus tetap hidup.

Dan selama masih ada harapan, perjuangan ini akan terus berlanjut.

Oleh: Okto Pega
Staf Pendamping Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga
Desa Liselande dan Tiwusora, Kecamatan Kotabaru

Menjaga Alam, Merawat Harapan Read More »

Refleksi Aksi Staf Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga

Suasana penuh semangat mewarnai ruang pertemuan di Kantor Yayasan Tananua Flores pada 3 Februari 2025. Para staf program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga berkumpul untuk melakukan refleksi mendalam atas perjalanan program yang telah berjalan di 14 desa dampingan di Kabupaten Ende. Acara ini menjadi wadah bagi para staf untuk berbagi pengalaman, mengidentifikasi pembelajaran penting, serta merancang strategi ke depan guna memastikan efektivitas program.

Menemukan Cahaya di Tengah Perjuangan

Setiap desa memiliki cerita uniknya sendiri. Diskusi yang berlangsung mengungkap beberapa pembelajaran menarik dari lapangan:

  1. Kesadaran Masyarakat yang Meningkat
    Di desa-desa seperti Raburia, Pemo, Tenda, Wolomuku, dan Tiwusora, masyarakat mulai memahami pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Salah satu inisiatif yang lahir dari kesadaran ini adalah penerapan sistem agroforestri untuk mengelola lahan kritis.
  2. Inovasi dalam Pendekatan Sosialisasi
    Beberapa desa seperti Ja Moke Asa, Numba, dan Randoria menemukan bahwa diskusi kelompok kecil lebih efektif dibandingkan pendekatan seremonial yang bersifat satu arah. Interaksi yang lebih intensif ini memungkinkan masyarakat untuk lebih memahami dan merespons isu-isu hak alam dan hak warga.
  3. Kepemimpinan Lokal yang Kuat
    Di Desa Wolooja, Jeo Dua, Detubela, dan Tonggopapa, kelompok LPHAM (Lembaga Pelindung Hak Alam dan Masyarakat) dan para penghubung desa semakin aktif mendokumentasikan isu-isu hak alam serta berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk mencari solusi yang berkelanjutan.

Tantangan yang Tak Bisa Diabaikan

Di balik keberhasilan yang telah dicapai, masih ada tantangan yang perlu dihadapi dengan strategi yang lebih matang:

  1. Resistensi terhadap Perubahan
    Sebagian komunitas masih skeptis terhadap konsep perlindungan hak alam. Kekhawatiran akan berkurangnya akses terhadap sumber daya yang selama ini mereka manfaatkan menjadi hambatan utama dalam penerapan kebijakan lingkungan.
  2. Minimnya Dukungan dari Pemerintah Desa
    Tidak semua desa memiliki dukungan penuh dari perangkat desa. Akibatnya, beberapa rekomendasi kebijakan tidak dapat terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
  3. Kendala Geografis
    Desa-desa terpencil seperti Mbotulaka dan Liselande menjadi tantangan tersendiri bagi tim program, terutama saat musim hujan. Akses yang sulit membuat pendampingan di wilayah ini membutuhkan strategi khusus.

Strategi untuk Masa Depan

Berdasarkan hasil refleksi, tim program merumuskan beberapa strategi yang akan diterapkan untuk mengatasi tantangan yang ada:

  1. Peningkatan Kapasitas LPHAM
    Pelatihan lanjutan akan diberikan kepada kelompok LPHAM agar mereka lebih mandiri dalam mengadvokasi hak-hak mereka serta membangun koordinasi yang lebih erat dengan pemerintah desa.
  2. Pendekatan Partisipatif yang Lebih Fleksibel
    Metode fasilitasi akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing komunitas. Misalnya, storytelling dan pembuatan video dokumentasi diharapkan dapat memperkuat pemahaman masyarakat terhadap isu-isu lingkungan.
  3. Membangun Kolaborasi dengan Pemerintah dan Lembaga Lain
    Dialog yang lebih intensif akan diinisiasi antara komunitas, pemerintah desa, dan lembaga lain guna memperkuat sinergi dalam implementasi program ini.

Refleksi Pribadi: Suara dari Lapangan

Tidak hanya berbicara soal strategi, para staf juga menyampaikan refleksi pribadi mereka selama mendampingi masyarakat:

“Saya terinspirasi oleh semangat masyarakat di Desa Tiwusora. Meskipun akses ke desa mereka sulit, mereka tetap berkomitmen untuk melindungi hutan mereka. Ini mengingatkan saya bahwa perubahan nyata berasal dari kesadaran dan aksi bersama.”Okto Pega

“Dalam proses ini, saya menyadari pentingnya mendengar sebelum berbicara. Masyarakat memiliki kebijaksanaan sendiri dalam mengelola alam. Tugas kita bukan menggurui, melainkan mendukung dengan pendekatan yang sesuai.”Oskar Nanga Nai

Melangkah dengan Keyakinan

Kegiatan refleksi ini tidak hanya menjadi ajang evaluasi program, tetapi juga momentum untuk memperkuat semangat tim dalam melanjutkan pendampingan dengan strategi yang lebih efektif. Dengan semangat kolaborasi dan keterlibatan aktif masyarakat, program ini diharapkan semakin berdampak dalam menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kelestarian alam di desa-desa dampingan Yayasan Tananua Flores.

Perjalanan ini masih panjang, tetapi satu hal yang pasti: perubahan sedang terjadi. Dan itu berawal dari kesadaran, keberanian, dan aksi nyata di akar rumput.

Kantor Tananua Flores, Ende – 03 Februari 2025

Oleh: Benyamin Gosa
Koordinator Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga

 

Refleksi Aksi Staf Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga Read More »

Catatan Refleksi Spiritual

Kegiatan Refleksi Spiritual  Relawan Komunitas, Kader Kesehatan dan Orang Muda  ini rutin dilakukan setiap tahun dan kali ini dilakukan di Wisma St Fransiskus Detusoko, pada (21/6)

Relawan komunitas dan Kader Kesehatan serta orang muda  dalam melakukan tugasnya pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan kritik , namun hal ini jangan membuat kita menyerah.

Kita dituntut untuk tetap semangat dalam menjalankan tugas perutusannya kita masing masing. Sebagai kader kesehatan , peran kita adalah melayani masyarakat khususnya Ibu hamil, bayi balita dan orang sakit agar sehat dan selamat.

Walaupun cuaca buruk atau hujan angin, Kader Kesehatan  tetap menjalankan tugasnya dengan baik demi menyelamatkan Ibu dan anak.(menyelamatkan jiwa-jiwa). Perjuangan dan rasa tanggung jawab tidak memerlukan pujian dari siapapun, karena hasil dari kerja dan perjuangan kita menjadi pelajaran dan contoh bagi orang lain.  Mari, sebagai Relawan Komunitas , Kader kesehatan dan orang Muda melangkah bersama untuk terus menebarkan kasih dan kebaikan bagi sesama kita

Kegiatan Refleksi spiritualitas ini di isi dengan misa Perutusan dan Selesai Misa Perutusan dilanjutkan dengan kegiatan Pelatihan peningkatan Kapasitas Relawan Komunitas , kader kesehatan dan Orang yang di fasilitasi oleh  Heribertus Se, Manajer Program Yayasan Tananua Flores.

Misa Perutusan

Kegiatan ini diawali dengan Brainstorming. Adapun poin poin penting yang dibahas adalah Bagaimana memecahkan masalah,mengembangkan inovasi  atau gagasan baru, menemukan dan mengenali diri dengan kekuatan dan kelemahan diri serta mendorong kreativitas dan melatih diri untuk berpikir kritis.  Relawan Komunitas dan kader Kesehatan, kita diajak untuk mengenal diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Kelebihan dan kekuatan yang kita miliki dapat kita gunakan untuk melakukan hal hal baik. Sebagai Relawan Komunitas dan kader Kesehatan, kita dituntut untuk berperan aktif, menyumbangkan segala pengetahuan dan keterampilan yang kita miliki untuk masyarakat kita. Berani  menerima tantangan dalam karya pelayanan kita.

Selain itu, Pada hari kedua 21 Juni 2024 dilanjutkan dengan  Pelatihan Kepemimpinan, dan Seni Memfasilitasi bagi Relawan Komunitas , Kader Kesehatan dan Orang Muda. Orang Muda diharapkan sebagai  Pemimpin masa depan diharapkan memiliki beberapa kriteria yaitu berani, percaya diri, memiliki kemampuan  ( pengetahuan dan keterampilan ), mampu mengorganisir dan menggerakkan masyarakat dalam membangun desa. Seorang Pemimpin juga diharapkan sebagai role model atau panutan bagi masyarakat di desanya. Menjadi Pemimpin besar, tidak mudah, perlu ditempa dan butuh proses yang panjang. Untuk itu sebagai Relawan kita harus terus berproses dan belajar true agar dapat melakukan sesuatu untuk masyarakat kita.

Dalam kegiatan ini juga  ada Pelatihan Kader kesehatan yang difasilitasi oleh Emilia  L Kumanireng dengan topik  Peran dan Fungsi Tugas Kader serta Sistem Lima Meja.

Hal ini diterapkan dalam kegiatan  Pendampingan POSYANDU dimana  mereka berbagi Peran  mulai dari Pendaftaran peserta POSYANDU,  Penimbangan Berat Badan, Pencatatan dan Pengukuran, Penyuluhan Kesehatan dan Pemberian Makanan Tambahan dan meja ke 5 ada Pelayanan Kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis.

Sebagai Kader Kesehatan ,mereka dituntut bekerja dengan hati  untuk melayani dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kader Kesehatan, harus  memiliki pengetahuan  pengetahuan tentang kesehatan  sehingga mampu memberi motivasi kepada Ibu hamil dan  Ibu menyusui agar  bisa memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya.

Kader Kesehatan juga dituntut untuk memiliki keterampilan yang memadai dalam mengolah makanan bergizi dari pangan lokal sebagai Makanan Tambahan bagi Ibu hamil dan Menyusui untuk meningkatkan status gizi anak.

Dengan tanggung jawab yang diembannya, Kader bersama tenaga medis mampu memotivasi dan meningkatkan kesehatan ,masyarakat.

Selesai kegiatan yang dilakukan selama dua hari peserta  bersama sama membuat RTL ( Rencana Tidak Lanjut ). Adapun beberapa Rencana penting  akan dilakukan adalah :

  1. Mendorong Pemerintah Desa agar mengalokasikan Dana Desa untuk  Kegiatan Pemberdayaan (Peningkatan Kapasitas Relawan Komunitas dan Kader  Kesehatan serta Orang Muda).
  2. Mendorong Pemerintah Desa untuk memanfaatkan bahan Pangan lokal sebagai menu PMT Pemberian Makanan Tambahan bergizi bagi bayi balita dan Ibu hamil  saat posyandu.
  3. Menjaga kelestarian Lingkungan dengan menerapkan Pertanian ramah lingkungan serta melakukan penghijauan pada sumber mata air dan lahan kering.

Kontributor,

Emilia L. Kumanireng

Catatan Refleksi Spiritual Read More »

Membangun Kesadaran dengan Refleksi Spiritualitas 

Ende, Tananua Flores | Membangun kesadaran Spiritualitas Kader, kaum Muda dan Pengurus Kelompok Tani pada 23 Desa dampingan Yayasan Tananua Flores  adalah sebuah bentuk dorongan  agar semakin mengenal diri dan potensi –  potensi yang dimiliki setiap Desa. 

Hal itu disampaikan Hari Se manager Program Tananua Flores di  Mautenda barat saat kegiatan refleksi spiritualitas yang digelar setiap Rayon pada (14/3).

Menurutnya Kegiatan itu di bagi ke dalam 7 Rayon yakni Rayon Wewaria & Detusoko (Desa Randoria, Desa Wolotolo Tengah, Desa Mautenda Barat dan Desa Mbotulaka yang tempat di Desa Mautenda Barat yang dimulai pada tanggal 13-14 Maret 2023 

Sementara Rayon Maukaro (Desa Kebirangga Selatan, Desa Kolikapa; Desa Natanage; Desa Kamubheka bertempati di Desa Natanage dimulai pada tanggal 14-15,  Rayon Nangapenda (Desa Malawaru dan Mbobhenga  bertempat di Desa Malawaru dimulai pada tanggal  17-18,  Rayon Detukeli (Desa Maurole Selatan; Desa Unggu dan Desa Detumbewa bertempat di Desa Maurole Selatan pada tanggal 16-17, dan  Rayon Lepembusu Kelisoke (Desa Mukureku Sa Ate dan Desa Rutujeja bertempat di Desa Mukureku Sa Ate pada tanggal 20-21 Maret 2023. 

Lanjut Heri bahwa kegiatan itu sudah diagendakan dan juga sudah diatur jadwalnya, dan yang akan dilakukan  kedepannya adalah Rayon Maurole dan Kota Baru Dataran (Desa Watukamba; Desa Detuwulu; Desa Ndondo; Desa Tou Barat bertempat di Desa Watukamba pada 29-30 dan Rayon Kota Baru Pegunungan (Desa Pise, Hangalande, Liselande, dan Tiwusora bertempat di Desa Pise pada tanggal 30-31 Maret 2023.

Kegiatan refleksi Spiritualitas itu menghadirkan 50 orang/rayon dengan melibatkan  unsur peserta dari kalangan kaum muda, kader pemimpin local dan pengurus Kelompok dari desa-desa dampingan.

Kegiatan ini sebagai waktu yang penting  untuk melihat dan merefleksi perjalan hidup dalam kerja-kerja sosial agar dapat mendalami iman dan kepercayaan diri dalam karya pewartaan. 

Kader mudah yang telah lama bergelut dengan masyarakat desa itu  mengatakan Refleksi spiritualitas pada masa pertobatan Agung bagi umat Katolik itu harus wajib dilakukan sebagai ungkapan keterbatasan sebagai manusia dalam melaksanakan kerja-kerja sebagai petani. 

“ kerja-kerja kita sebagai petani, kaum muda, kader- kader pemimpin desa dan pengurus Kelompok tani yakni membangun kesadaran agar semakin mengenal diri  dan mengenal potensi- potensi yang dimiliki oleh setiap desa kita masing-masing, dengan mulai membangun kelompok dan masyarakat agar memiliki pedoman  hidup dalam menyelesaikan berbagai masalah kaum muda pada zaman sekarang ini”, kata Heri.

Dia juga menyampaikan bahwa meningkatkan semangat dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan adalah satu kesatuan atau bagian integral yang tak terpisahkan dari kesejahteraan hidup umat manusia dalam mempererat rasa persaudaraan antara kaum muda yang beriman kepada kristus.

Selain itu, Heri Se Juga mengharapkan semua peserta yang terlibat dalam kegiatan itu bisa mengikuti sampai selesai agar bisa menemukan kekuatan dan kelebihan serta meningkatkan kapasitas yang lebih baik lagi.

Sementara itu Kepala Desa Mautenda Barat Robertus Yohanes Moda Saga mengungkapkan kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama yang baik antara pemerintah desa dan Yayasan Tananua Flores, sehingga kedepannya bisa membantu dalam menemukan dan memberi pengetahuan serta keterampilan bagi petani, kaum muda, kader dan pengurus Kelompok untuk membangun desa. 

Kepala Desa tersebut juga menuturkan Kegiatan Refleksi spiritual ini baru pertama kali  dilakukan untuk petani, hal ini sangat penting dan baik untuk ditindaklanjuti.

“Kegiatan ini sangat baik dan baru pertama kali kita lakukan, sehingga ini menjadi sangat penting bagi kita kedepannya untuk menindaklanjuti”, tutur dia.

Refleksi Kerja-kerja pendampingan Tananua Flores

Dalam kerja-kerja pendampingan Tananua Flores terhadap petani merupakan sebuah misi kemanusiaan untuk membantu sesama dari keterpurukan. Kerja nyata yang dijalankan oleh Tananua adalah sebuah bentuk panggilan hidup untuk bertanggung jawab pada karya pelayanan. 

Pastor Paroki Kuasi Pe’I Bhenga RD. Mardianto Juliarta Dopo Seka mengatakan dalam Refleksinya Kader Desa, pengurus, dan kaum muda memiliki tanggung jawab dan melaksanakan karya pelayanan. Spiritualitas Galilea harus bertumbuh dan menjiwai karya pelayanan dalam kerja-kerja  secara pribadi dan bersama-sama

RD.Mardianto mengartikan kerja-kerja pendampingan Tananua Flores bersama Petani, Kelompok Tani, Kader desa, dan Kaum Muda adalah sebagai Pelayanan Kepada Allah. Katannya Karya adalah  aktif dalam bekerja/aktivitas manusia,  Allah saja bekerja apalagi kita manusia, penciptaan manusia merupakan puncak dari kerja Allah. 

Pastor menjelaskan Ciptaan Allah harus bekerja sungguh-sungguh, berpartisipasi, ulet dan tekun dalam profesinya. Kerja adalah dari program Allah yang diberikan oleh Allah. Bekerja adalah sebuah kewajiban dan tanggungjawab untuk menjawab perintah Allah. Pertanggungjawaban yang Aktivitas dan kreatif dalam karya bersama merupakan Panggilan pelayanan untuk bertanggungjawab terhadap karya Allah. 

Melayani adalah tanggapan terhadap panggilan untuk mengikuti Yesus. Panggilan untuk melayani membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan dirinya sendiri. “aku datang melayani bukan untuk dilayani”. Makna Kerja itu lebih kepada keuntungan untuk diri sendiri (saya) tapi Pelayanan merupakan mengorbankan diri untuk orang lain (Mereka)”. Disini kita hadir dengan Adanya keterlibatan langsung dengan rasa simpati dan empati dalam menyelesaikan karya Bersama dengan orang lain. Yesus menaruh belas kasihan terhadap semua orang. Kerja dengan Hati mendapatkan puas dan kebahagiaan. Pelayanan Yesus adalah kerja tidak mencari untung tetapi lebih pada nilai kemanusiaan. 

Melayani harus bebas dari Beban, menerimanya dengan suka cita dan membuatnya dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang baik. Dalam melayani tentu kita harus Mengorbankan waktu dan tenaga untuk melakukan pelayanan. Orang yang melayani selalu merasa senang, Bahagia dan sukacita. 

Bertumbuh/berkembang adalah sesuatu yang baik dalam hidup karya seseorang akan diuji daya serap dan pengaruhnya. Ungkapan khas bertumbuh sebagai makna pada hal-hal yang positif. Pelayanan kita berpola pada biji sesawi untuk bertumbuh dan berkembang. Atau kita mau bertumbuh dan berkembang bagi sesama kita. 

Sibuk adalah Zaman kita sekarang ini amat sangat sibuk atau dengan kata lain dunia dengan kesibukan tingkat tinggi. Apakah kita merasa sibuk atau Sibuk sibukan yang tidak direncanakan atau mendadak dan spontan. Kesibukan pada suatu program yang jelas dan sungguh – sungguh bekerja dengan arah yang sudah dibuatnya itu sangat baik, sehingga mana Sibuk  yang punya orientasi dan program kerja yang jelas.

 Diam/Naru/Kee: kita harus ada waktu untuk diam/hening dalam kesibukan kita. Diam yang paling baik adalah diam dalam Tuhan (Doa). Doa adalah kekuatan bagi kita untuk merefleksikan dan memikirkan untuk pertemuan kita dengan Tuhan.

Bersama Galilea sebagai tempat pelayanan untuk berjalan dalam kebersamaan suatu Kelompok. Kita adalah makna pelayanan, dan kerja – kerja kita sebagai kebiasaan dan habitus baru dalam hidup berkelompok .

Kita memiliki harga diri maka harus tunjukan bahwa kerja kita sesuai dengan harga diri. Kader, orang muda dan pengurus Kelompok adalah orang – orang pilihan yang memiliki kemampuan dan kapasitas serta kreativitas  untuk membangun kehidupan melalui pelayanan karya kita. 

Modal tanggungjawab sebagai pelayan bagi sesama dan harus memiliki komitmen dengan pilihan kita dengan tanggung jawab. Tujuan modal untuk tumbuh dan berkembang dalam pelayanan dan karya kita. Memiliki tujuan orientasi yang jelas dengan komunikasi yang baik dan benar. Komunikasi harus baik dan penting dengan anggota, ketua dan pengurus dalam Kelompok kita. 

Kepercayaan; pada diri sendiri, sesama dan kepada Tuhan. Kita ibaratkan sebagai sekelompok perempuan yang berjalan ke Galilea, kita semua adalah orang terpanggil. Kita berada di dalam perjalanan untuk mewartakan kabar gembira kepada sesama kita. Kita disuruh pergi untuk berjumpa dengan Tuhan walaupun jalan terjal dan berat. Sadarkah kita bahwa kita pada jalur menuju ke Galilea. Jangan lupa kita sebagai kader, pengurus Kelompok, dan kaum muda harus dan wajib memberikan waktu untuk keheningan melalui Doa.

Kegiatan refleksi spiritualitas ini sangat penting untuk petani dampingan dan kesempatan untuk berbagi antara petani dan menemukan persoalan Bersama dalam merawat dan mengembangkan hidup bersama dalam komunitas pedesaan.

Ditulis oleh : HS

Membangun Kesadaran dengan Refleksi Spiritualitas  Read More »

Translate »