Tradisi Gotong Royong “Songga” di Kebirangga Selatan di Era Teknologi Informasi

Ende-Kebirangga Selatan, Tananua Flores| Gotong Royong merupakan suatu modal sosial untuk mencapai kesejahteraan bersama. Semangat Gotong Royong ini adalah kesadaran bersama masyarakat untuk saling membantu dan bekerja sama. Nilai Gotong Royong menjadi nilai khas yang dimiliki bangsa indonesia yang diwarisi secara turun temurun.

Istilah Gotong Royong sudah dikenal sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia. Konsep tentang Gotong Royong pertama kali digunakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Koentjaranigrat,1974) . Istilah ini kemudian menjadi populer pada masa pemerintahan Soekarno yang menjelaskan bahwa Gotong Royong menjadi roh dalam membangun Negeri (Subagyo,2012).

Budaya Gotong Royong untuk memanen hasil pertanian. Foto: Dok. YTNF

Tradisi pertanian di daerah pedesaan merupakan akar dari nilai Gotong Royong. Sebab tradisi pertanian mengharuskan masyarakat untuk bekerja sama dalam membuka lahan, menyemai bibit, menanam dan merawatnya.

Tradisi Gotong Royong “Songga”

Desa Kebirangga Selatan juga memiliki tradisi gotong royong yang dinyatakan dengan istilah “Songga”. Songga adalah undangan untuk bekerja bersama dalam konteks untuk saling membantu. Masyarakat terlibat untuk ambil bagian dalam bertani mulai dari menyiapkan lahan, menanam, memanen dan pasca panen.

Saat sedang membuka lahan baru dan bercocok tanam petani berkharisma Gerardus Hendrikus Setu mempraktikkan tradisi Songga ini. Melalui Songga proses bekerja juga akan lebih cepat terselesaikan dan hasilnya bisa lebih melimpah. Gerardus mampu membuka lahan seluas 2 ha dengan tingkat kemiringan mendekati 75% dengan pendekatan Songga.

Bersama Pemerintah Desa, Lembaga Adat (Mosalaki) dan Pendamping Lapangan Yayasan Tananua Flores (YTNF) Tradisi Songga dihidupi dalam mengolah lahan pertanian. Sebab tidak semua lahan pertanian membutuhkan peralatan teknologi. Lahan pertanian desa yang tidak terjangkau mesin pertanian karena kendala topografi dan aksesibilitas dapat dikerjakan oleh tenaga manusia secara Gotong Royong.

YTNF dalam kerjanya memberdayakan masyarakat desa melalui praktik Gotong Royong. Organisasi petani dikuatkan dalam mendukung pertanian berkelanjutan sambil memerhatikan peningkatan ekonomi dan kesehatan primer.

Praktik Gotong Royong dalam pembuatan teras kebun. Foto: Ansel Sa, 22/07/2022

Gotong Royong di Era Teknologi Informasi

Gotong royong merupakan budaya asli Indonesia yang mengedepankan kerja sama dan musyawarah, sambil menumbuhkan rasa saling menghargai. Pemahaman tentang Gotong Royong amat dinamis seiring perkembangan teknologi dan informasi. Terminologi Gotong Royong merujuk pada tingkah laku kolektif dalam menyelesaikan persoalan bersama (Nisa,2020).

Dewasa ini Gotong Royong dinilai sebagai tindakan yang tidak masuk akal karena tidak sesuai dengan kehidupan modern. Nilai Gotong Royong yang mengedepankan nilai kelompok tidak sesuai dengan nilai kehidupan modern yang menjunjung tinggi individu. Meskipun demikian survei kompas menunjuka bahwa Gotong Royong merupakan nilai yang penting bagi generasi milenial (Simartama, 2019).

Gotong Royong hadir dalam bentuk baru dengan memanfaatkan teknologi digital dan internet. Di era digital Gotong Royong nampak dalam Platform Crowdfunding, kegiatan mengumpulkan dana menggunakan aplikasi atau media sosial. Masyarakat berdonasi untuk sesama yang membutuhkan  seperti untuk korban bencana alam dan kontribusi pembangunan rumah ibadah.

Petani memanen padi secara Gotong Royong. Foto: Dok. YTNF

Praktik Gotong Royong tetap bertumbuh subur di era kemajuan teknologi dengan menciptakan dan memberikan petisi untuk suatu persoalan atau pendapat. Dukungan kerja sama melalui postingan di sosial media tentang upaya membangun daerah terpencil adalah salah satu bentuk praktik gotong royong di ranah digital.

Dengan demikian Gotong Royong menjadi fitrah manusia. Gotong Royong tidak harus disertai dengan kontak fisik interaktif. Pada hakikatnya Gotong Royong dilandasi oleh keikhlasan dan kerelaan. Gotong Royong menggerakan solidaritas sosial. Budaya Gotong Royong masih tetap relevan ketika menjunjung tinggi solidaritas sosial untuk mencapai tujuan bersama.

Penulis: Ansel Kaki Reku (Staf Lapangan YTNF)

Editor: Edi Woda

 

Tradisi Gotong Royong “Songga” di Kebirangga Selatan di Era Teknologi Informasi Read More »

Semesteran Petani Bahas Pengelolaan Pangan Lokal dan Pasar Online

Ende, Tananua Flores | Pertemuan semesteran Kelompok Petani dari 23 desa dampingan Yayasan Tananua Flores diselenggarakan di Desa Kebirangga Selatan, Kecamatan Maukaro Kabupaten Ende. Pertemuan tersebut untuk berbagi  pengalaman dan belajar bersama dengan tujuan meningkatkan ekonomi pada sektor pertanian untuk kesejahteraan bersama.

Kegiatan itu dikemas dalam pertemuan bersar khusus bagi kelompok petani dampingan Yayasan Tananua Flores yang berlangsung dari tanggal 22 -25 Juni 2022. Kegiatan ini dibuka oleh Camat Maukaro, Ignas Kapo, Kamis (23/6/2022.

Kegiatan itu di awali dengan perkenalan diri petani, sekaligus memberikan Kontribusi untuk pertemuan semesteran selama 3 hari.

Hadir pada kegiatan itu Kapolsek Maukaro, Ipda Anton Kewuta, Kepala Desa Kebirangga Selatan, Anton Rani, beberapa kepala desa tentangga, tokoh masyarakat, tokoh agama dan staf Yayasan Tananua Flores.

Hironimus Pala Ketua Pengurus Yayasan Tananua Flores mengatakan, pertemuan semesteran petani adalah agenda rutin lembaga dan juga bagian dari keputusan bersama. Pertemuan semesteran itu juga untuk saling belajar diantara sesama petani anggota kelompok petani.

“Melalui  forum ini petani yang sukses  harus memberikan  pengalaman dan kiat- kiat kepada petani lain. Para petani akan belajar bersama, berlatih bersama dan diskusi serta saling melengkapi,” katanya.

Hironimus  juga meminta petani serta anggota kelompok agar terus mengkempanyekan dan menghidupkan pangan lokal di wilayah  desanya masing- masing. Petani harus makan  dari hasil karya sendiri bukan beli di pasar ataupun inpor dari luar.

“saya mengucapkan terimah kasih kepada petani dan semua undangan yang telah hadir di pertemuan semesteran ini. Forum ini menjadi ruang bagi  kita untuk  belajar bersama menghidupkan  pangan  lokal menuju kesuksesn bersama,” katanya.

Sementara itu Camat Maukaro, Ignas Kapo juga mengajak  kelompok petani untuk menjadi pelopor dalam menggerakan swasembada pangan, khususnya di wilayah desa masing-masing. Petani diminta tidak mengharapkan bantuan yang di berikan orang lain tetapi harus memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki.

“Kita sebenarnya berkelimpahan dengan pangan lokal  dan sudah di warisi nenek moyang kita sejak dulu tetapi  kita  sekarang masih mengharapkan bantuan dari luar atau terima raskin,” katanya.

Camat Maukaro  itu juga menyinggung soal infrastruktur jalan yang aksesnya dari kecamatan Maukaro ke Desa Kebirangga Selatan sangat mengkwatirkan. Kata Camat itu bahwa wilayah yang dipimpinnya saat kondisi jalan yang mengkwatirkan itu dari wilayah maukaro ke desa kebirangga selatan.

“Selamat datang petani dari desa dampingan Tananua Flores, beginilah kondisi jalan di wilayah kami. Jalan di wilayah kami khususnya dari kota kecamatan Maukaro ke desa – desa masih sangat memprihatinkan. Apalagi jalan ini sebenarnya poros tengan yang menghubungkan antara kecamatan Ende dan kecamatan Maukaro” katanya.

Selain itu Ketua panitia dalam kegitan semesteran petani desa dampingan Tananua, Vinsensius Gori mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa solidaritas dan semangat gotong- royong antara petani, Meningkatkan sumber daya para petani, mendukung pemerintah untuk meningkatkan pangan lokal dan menanamkan nilai spiritua l kepada petani dan orang muda. Capaian dari kegiatan ini agar petani memanfaatkan potensi  local yang dimiliki.

Pemasaran produk lokal Secara Online

Kegiatan pertemuan semesteran yang di gelar selama 3 hari itu, sesama anggota kelompok tani mulai sharing pengalaman membangun kelompok dan proses pemasaran yang dilakukan dimasing-masing kelompok.

Dari proses Evaluasi dan diskusi panjang  mereka banyak menemukan beberapa kendala dan peluang yang harus ditempuh oleh kelompok Tani setiap Desa.

Salah satu yang harus di perbaiki adalah kualitas produk dan peningkatan produksi. Sedang peluang yang harus di ambil kelompok adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk memasarkan produk secara online.

Saat ini sudah era dunia Digital, cara kerja kelompok pun harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut agar produk Petani bisa dipasarkan  untuk bisa meningkatkan pendapatan ekonomi Petani itu sendiri.

“Pasar saat ini ada di ibu jari dari perangkat yang setiap hari kita gunakan yang salah satunya adalah android,” kata jhuan mari.

Pria yang berasal dari desa Wologai itu mengatakan bahwa era dunia Digital saat ini kalau bicara soal pasar  sebenarnya sudah sedikit mudah karena yang dibutuhkan adalah keterampilan, inovasi dan niat.

“Jika ada niat, inovasi dan kerjasama antara kelompok tentu produk olahan di setiap desa bisa dipasarkan secara Online dan itu mulai langsung dari Desa”. Katanya

lanjut Dia “Kelompok tani bisa memasarkan produknya di pasar online saat ini sebab medianya setiap kita sudah memilikinya,”ujarnya.

Menurut Jhuan bahwa peluangnya sudah ada dan terbuka untuk siapa saja, sekarang tinggal kemauan kelompok dan komitmen untuk menjaga produk agar berkualitas dan  juga Peningkatan kuantitas produksi.

Sebagai Petani saat ini harus bergotong -royong untuk bisa bersaing di pasaran bebas, sebab peluang usaha dan berbisnis sudah terbuka, baik secara digital maupun secara langsung.

” Kita petani harus bersaing dengan produk yang datang dari luar agar produk kita di kenal dan terjual di pasaran online”, tutupnya.

Peningkatan Gizi bagi Bumil dan anak-anak di Desa

Pertemuan semesteran yang dilakukan di Desa kebirangga selatan itu salah satu kegiatan yang menjadi media belajar bersama yakni latihan pengolahan pangan Lokal dengan bahan pangan miliki petani itu sendiri.

Kegiatan Pengolahan Pangan local tersebut di fasilitasi oleh Pendamping Tananua. Pengolahan pangan Lokal itu melibatkan anggota kelompok tani baik itu laki-laki maupun perempuan.

Emilia Kumanireng di awal kegiatan praktek pengolah pangan local dengan mulai memperkenalkan alat dan bahan yang telah disediakan oleh kelompok.

Dia juga menjelaskan Tujuan dari memanfaatkan pangan local untuk makanan tambahan bagi anak-anak dan Ibu hamil.

“ pangan local yang kita miliki saat ini sebenarnya mempunyai Gizi yang sangat tinggi untuk anak-anak dan ibu hamil. Potensi pangan local kita nutrisi gizinya bisa mengurangi stanting,”katannya.

Selama ini yang di praktekan oleh ibu-ibu kader kesehatan di desa hanya mengandalkan makanan tambahan yang datang dari luar bukan memanfaatkan potensi pangan local yang di miliki sendiri.

“ kita selama ini hanya mengandalkan makan tambahan dari luar, kita tidak mengolah potensi pangan local miliki kita sendiri”,ungkapnnya.

Pendamping Tananua itu juga menuturkan bahwa potensi pangan local yang di miliki petani sangat banyak, jika di olah secara baik tentu akan bermanfaat bagi anak-anak dan ibu hamil. Disisi yang lain,jika pangan local menjadi potensi utama maka program pengembangan pangan local akan terus berlanjut* JF-Mari

 

Semesteran Petani Bahas Pengelolaan Pangan Lokal dan Pasar Online Read More »

Kisah Inspiratif Seorang Kepala Desa dalam Mengembangkan Pangan

“ Jabatan saya adalah seorang kepala desa, namun Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) saya profesi sebagai petani, jadi saya tetap taat profesi dasar saya adalah seorang petani”

Ungkapan sederhana tersebut sering kali diucapkan dalam guyonan keseharian bersama Pendamping Tananua. Antonius Rani  adalah seorang sosok inspiratif yang juga salah satu tokoh panutan di Desa kebirangga selatan.  Keseharianny tinggal di desa kebirangga selatan kecamatan Maukaro kabupaten. Selain menjadi petani Anton Rani adalah salah seorang Pemimpin di desa yaitu menjadi kepala desa.

Ungkapan sederhana itu memiliki makna spirit identitas yang tertanam pada sosok sebagai petani.  Ya tidak sekedar ungkapan semata, namun lebih dari itu ada tindakan nyata yang diterapkan beliau sewaktu mengembankan tugas sebagai kepala desa.

Keberadaan Yayasan Tananua Flores di desa Kebirangga Selatan kurang lebih selama 7 tahun telah menunjukan banyak kegiatan inspiratif bersama masyarakat baik pada bidang kemasyarakatan, kelompok tani, kesehatan primer, ekonomi kreatif bahkan salah  satu kekhasan dari berbagai agenda pendampingan yakni pengembangan pangan dan pangan lokal terhadap petani setempat.

Sejak tahun 2015 sampai tahun pertengahan tahun 2019, status desa setempat belum tercantum jenis pertanian lahan basah, karena masyarakat setempat lebih cendrung mengelolah tanaman komoditi dan pangan pada area perkebunan lahan kering, katakanlah bahwa pengembangan pangan jenis padi ladang sebagai satu – satunya kebiasaan petani setempat setiap tahun.

Memasuki pertenganhan tahun 2019 kepala desa mendapat inspirasi baru untuk  pengembangan pangan  dan mulai diskusi dengan pendamping Tananua. Menurutnya bahwa ada lahan kurang lebih 1 Ha  yang sebelumnnya di manfaatkan sebagai  persawahan  namun sejak tahun 1998 lahan tersebut sudah tidak di manfaatkan lagi. Dengan lahan itu kades mulai bersepakat untuk lahan itu di jadikan daerah persawahan.

Dengan memanfaatkan area seluas satu hektar dengan menghasilkan padi yang cukup meyakinkan jumlahnya, maka beliapun berupaya untuk kembali menambah luas lahan sebanyak 1 ha pada tahun 2021, sehingga total luas lahan saat ini sebanyak 2 ha dengan kodisi irigasi yang memadai.

Melihat dengan perubahan yang terjadi sebagai bentuk ajakan kepada masyarakat setempat kades itu  meyakinkan bahwa keberlanjutan pengembangan sawah kedepannya akan terus dilakukan secara rutin. Beliau mulai melibatkan tiga petani untuk menggarap pada lahan tersebut dengan sistem pembagian lahan dan proses kerja dilakukan secara gotong-royong oleh penggarap tersebut.  Model penerapan yang dilakukan ini adalah sebagai spirit dalam upaya membangun gerakan kesadaran bersama dalam mengembangkan dan mempertahankan pangan sebagai jati diri petani.

Eksistensi petani dan pangan desa Kebirangga Selatan

Perkembangan Industrialisasi dan Teknologi Saat ini telah mengantarkan kita  berada pada era digitalisasi ( 4,0 ) ,  masyarakat  Pun mulai  beranjak dari pola tradisional menuju pola moderen seiring dengan dampak dari  perkembangan arus globalisasi yang kian cepat merambat pada poros kehidupan masyarakat baik skala pusat maupun daerah/desa.

Sebagai masyarakat petani tentu tidak mungkin mengabaikan kondisi ini, tentu masyarakat dituntut untuk terus beradaptasi dari waktu-kewaktu sehingga akan berindikasi pada pergeseran pola kerja, kebiasaan dan cara pandang.

Bila kita cermati kondisi sosial masyarakat desa hari ini, tentu ada banyak perubahan yang datang dari luar baik melalui sistem yang tertata dalam kebijakan pemerintah maupun melalui media-media sosial yang dapat diakses secara langsung oleh petani.

Perubahan yang datang dari luar sering kali mengancam eksistensi masyarakat desa bahkan sampai pada petani, salah satu contohnya adalah saat ini banyak tawaran dari berbagai investor besar dari berbagai negara maju melalui pintu bisnis dan ekonomi yang bermuara langsung pada petani lokal di desa.

Sebut saja ada berbagai infestor yang bergerak pada bidang komoditi dengan tawaran jenis komoditi petani yang bersifa cepat dan harga yang menjangkau. Tawaran tersebut seringkali petani terobsesi dengan kondisi sosial yang sedang dirasakan sehingga mengharuskan mereka untuk menerima tawaran dari berbagai pihak dari luar untuk peningkatan ekonomi mereka melalui pintu bisnis.  Dan kondisi ini merupakan pola penjajahan Gaya baru dari aspek ekonomi, dan mulai secara perlahan menghilangkan esensi dari pola kerja petani

Dan kalau di lihat tanaman pangan merupakan tanaman substansi bagi petani, karena pangan adalah isi perut yang menghidupkan manusia secara langsung. Sedangkan komoditi adalah tanaman penunjang yang menghasilkan uang untuk pemenuhan kebutuhan kehidupan yang bersifat tambahan.

Dari aspek histori, tentu tanaman pangan adalah tanaman tradisional sebab petani jaman dahulu bercocok tanam hanya untuk jenis tanaman pangan, sementara tanaman komoditi mulai dilihat penting seiring perkembangan sarana infrastruktur dan transportasi  telah memadai.

Dari aspek kebutuhan dan historis menggambarkan bahwa tanaman pangan juga sebagai tanaman prioritas setiap musim kerja.

Ancaman terhadap kebiasaan masyarakat atau petani setempat makin terlihat saat ini, petani seringkali mendapat tawaran untuk fokus pada usaha komoditi sebagai kegiatan pokok, sementara identitas petani tentu sangat melekat dengan usaha pangan dan pangan lokal sebagai kegiatan tradisional yang telah ada dan memberikan keyakinan akan ketahanan hidup dalam kondisi apapun jika persediaan pangan tetap memadai.

Usaha dari berbagai pihak yang berperan langsung pada kehidupan petani tidak cukup pada tahap sosialisasi dan ilustrasi akan pentingnya pangan bagi kehidupan yang berkelanjutan. Karena akan ada alasan yang terlahir dari pikiran petani terkait kemauan memilih jenis usaha dan kegiatan petani. Akan ada ungkapan bahwa ” kami akan memlihi cara agar mendapatkan uang dengan cepat lalu membeli pangan dari pada menanam pangan”. Maka cara yang lebih tepat adalah kita memberikan contoh berupa aksi bahwa pengembangan pangan itu sebagai hal yang substansi dan fundamental dalam kehidupan sebagai petani.

Petani di desa Kebirangga selatan

Kondisi petani desa Kebirangga Selatan saat ini menjadi catatan dan contoh bagi petani diwilayah desa lain, hal ini terlihat bahwa pengembangan pangan dan komoditi sangat seimbang dilakukan oleh petani setempat, meski desa tersebut saat ini sebagai salah satu desa target keberadaan komoditi dari pasaran lokal maupun regional.

Melihat potensi alam yang cukup potensial maka mengharuskan petani setempat untuk lebih jelih memilih  jenis tanaman yang hendak dikerjakan pada lahan kebun mereka masing-masing. Kolaborasi tanaman komoditi seperti porang, kopi dan kemiri dengan pangan ( Padi,jagung dan ubi-ubian )menjadi sebuah keyakinan akan ada upaya untuk menahan keadaan pola kerja tradisional yang berasaskan gotong- royong akan terus hidup.

Selain mengancam pola kerja dan kebiasaa petani, tentu kita mengakui akan ada pengaruh terhadap budaya dalam adat dan istiadat masyarakat setempat, bahwasannya ritual adat yang sangat melekat dengan petani setempat seperti ‘’POO’’ (upacara persiapan tanam menanam) yang didalamnya terdapat kewajiban petani untuk berkontribusi terhadap  Ritual adat yaitu bagi masyarakat tersebut mempunyai lahan garap di wilayah tanah itu. Ritual tersebut sebagai kegiatan rutinitas tahunan menjelang persiapana musim tanam menanam bagi petani setempat. Jika pola kerja petani telah dicermati oleh tawaran pengembangan komoditi sebagai sebuah solusi, maka akan ada kesenjangan antara penggarap dan pemilik lahan garapan atau Pemangku adat. Kesenjangan tersebut terjadi jika penggarap mengabaiakan atauran adat setempat.

Ancaman kedua yang mengharuskan masyarakat/ petani di himpit dengan persoalan global, dan mulai tahun 2019 – 2021 dunia dihebokan dengan masalah fenomenal covid-19  dan itu berdampak pada mobilitas sosial dibatasi sampai pada ekonomi dunia mengalami terganggu dan ekonomi nasional mengalami kemerosotan, sehingga daya beli masyarakat kecil sangat sulit dijangkau baik untuk kebutuhan primer maupun sekunder.

Fenomena tersebut telah melahirkan pembelajaran baru bahwa pangan adalah urusan yang mendasar dalam kehidupan ini. Pangan menjadi perhatian utama disaat mobilitas sosial dibatasi dan kekhawatiran terbesar adalah persediaan pangan bila tidak cukup atau terpakai habis. Kondisi tersebut juga dialami oleh masayarakat desa Kebirangga Selatan meski tidak sampai ada keterbatasan stok pangan namun sempat beralih pada proses pengahematan makanan. Hal ini menunjukan akan ada indikasi keterbatasan pangan bila petani mengabaikan pangan dan mengutamakan komoditi sebagai tanaman populer saat ini.

Adanya pengembangan pangan padi sawah sejumlah 2 ha, telah memberikan catatan baru bagi petani kebirangga selatan bahwa eksistensi petani sebagai petani tradisional tetap ditumbuhkan dengan semangat kerja dan gotong- royong dalam kodisi apapun. Sehingga persediaan pangan dan benih akan selalu ada dari waktu ke waktu.

Sosok seorang kepala desa dalam upaya pengembangan pangan sebagi sebuah aksi penyadaran bersama mamsyarakat petani  di desa  adalah hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, meski ada banyak tawaran dari berbagai pasar yang hendak mengalihakan perhatian petani setempat dalam mengembangkan pangan dan pangan lokal, namun adanya pengerjaan sawah sebanyak 2 ha  tersebut dilihat sebagai spirit baru bagi petani masyarakat desa setempat. Dengan demikian eksistensi petani setempat dalam mengembangkan pangan semakin dibendungi dengan solusi melalui aksi produktif selain pengembangan lahan juga jumlah produksi yang akan dicapai.

 

Ditulis oleh : Anselmus Kaki Reku, staf Lapangan Yayasan Tananua Flores

Kisah Inspiratif Seorang Kepala Desa dalam Mengembangkan Pangan Read More »

Kreativitas Masyarakat Desa Sebagai Upaya Keberlanjutan

Salam Pemberdayaan !

“Upaya pendampingan  terhadap masyarakat desa melalaui kelompok kerajinan tangan bukan sekedar sebuah hal untuk menjalankan tugas pendampingan  terhadap masyarakat tetapi bagaimana kita bisa bertanggungjawab untuk keberlanjutan  usahan yang sedang mereka perjuangkan”

 

Mengenal Marme,Tenun dari desa Kolikapa dan Kursi Rotan dari  desa Kebirangga Selatan

Marme di kenal sebagai salah satu produk  kerajinan tangan dari Desa kolikapa. Sejak tahun 2019 hingga 2021  Produk ini terus di kembangkan oleh salah satu kelompok usaha di desa kolikapa. Bukan saja minyak Marme tetapi kelompok usaha ini juga mengembangkan tenun ikat. Usaha kerajinan tangan ini tidak hanya di Desa Kolikapa tetapi  juga ada di desa Kebirangga selatan. Disana kelompok tani ini mengembangkan usaha kerajinan tangan dengan memanfaatkan bahan baku dari Rotan untuk membuat Kursi,meja dan lain-lain.

Memang kalau dilihat Jenis usaha yang di kembangkan oleh kelompok tani ini membuahkan nilai ekonomis yang  sangat tinggi jika semua itu di manfaatkan dan di kembangkan secara baik. Namun hal ini menjadi berbeda jika Produksi meningkat dari kelompok tani  sedangkan respon pasarnya sangat menurun tentu ini menjadi sebuah tantangan.

Sekarang ini tantang terbesar dari seluru usaha petani baik itu kerajinan tangan maupun usaha komodi pertanian semuanya bergantung pada pasar. Peluang pasti ada namun struktur untuk mendukung agar produk yang di hasilkan mempunyai nilai ekonomis butuh kerja keras.

Dari kedua desa yang disebutkan di atas kelompok tani yang mengembangkan usaha kerajinan tangan mengalami berbagai kendala baik itu alat teknologi, permodalan maupun akses pasar.

Yang di alami oleh kelompok tani dari kedua desa tersebut adalah ketersedian akses pasar.  Bukan hanya itu namun ada beberapa factor yang menjadikan produk petani di desa kala bersaing di dunia pasar modern. Realitasnya Usaha kelompok tani pengrajin terus berjalan walupun dengan nilai ekonomis pas-pasan. Ada beberapa penunjang usaha yang perluh di damping pemerintah maupun lembaga swasta lainnya, diantarannya perizinan, hak penciptaan maupun pengujian di Balai POM. Semuanya itu menjadi factor pendukung dalam memajukan usaha kelompok. Semangat petani dalam membangun usaha produksi sudah ada tinggal factor penunjang dan pendampingan Rutin oleh unsur yang berkepentingan.

Dari gambaran singkat di atas sebenarnya kelompok yang ada di dua desa tersebut sangat membutuhkan unsur penunjang agar hasil karya dari kelompok dapat membantu meningkatkan ekonomi rumah tangga mereka.  Saat ini pendampingan Rutin dari Staf tananua Flores sudah ada, produktifitas dan keterampilan petani sudah mulai di bangun, memasarkan produk lewat pasar di desa sudah perlahan di jalankan hanya Peningkatan nilai eknomisnnya masih sangat minim bahkan tidak ada.

Dampak Covid 19

Situasi dunia saat ini sedang mengguncang dengan pandemic wabah virus corona. Dan kondisi itu sangat mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat. Dengan pandemic ini seluruh aktivitas masyarakat menjadi terbatas, bahkan mengacam nyawa. Hal ini juga terganggu usaha-usah produktif yang ada di desa-desa. Kelompok-kelompok usaha yang ada di desa-desa tentu sangat terpukul dengan kondisi ini. Namun Masyarakat yang telah tergabung dalam kelompok usaha petani tidak tinggal diam. Mereka terus bergerak untuk mempertahankan hidup bekerja dan berwirausaha demi menghadipi gelombang massif pandemic covid 19.

Dan jangan sampai covid 19 ini akan terus memperlemah seluruh aktivitas ekonomi, kelompok tani di desa harus mempunyai harapan untuk bangkit dan mengembangkan kembali usaha produktif.  Pandemi covid 19 ini bukan saja mengancam kelompok tertentu  melainkan semua masyarakat di dunia ini.

Pandemi Covid 19 bukan membuat semangat berkelompok mundur namun harus mulai bangkit untuk melakukan sesuatu. Sambil menunggu kapan perang  melawan covid ini berakhir maka  semangat masyarakat desa  harus di bangun untuk Merintis berbagai bentuk kegiatan  peningkatan ekonomi.

Kedua desa tersebut antara kolikapa dan Kebirangga selatan saat ini tentu dalam melakukan aktivitas tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai ketentuan dan arahan pemerintah. Mentaati Protokol kesehatan itu tentu menjadi gerakan bersama untuk pemutusan matarante Penyebaran wabah Covid 19. Dan tugas utama pendamping di desa adalah terus membangun edukasi dan pemahaman agar kesehatan masyarakat tetap terjaga dan bisa keluar dari bencana yang ada. Wabah COVID 19 ini juga mengancam hubungan social kemasyarakatan. Semula hubungan social berjalan dengan baik antar yang satu dengan lainnya, sekarang dengan pandemi Covid 19 ini semuanya menjadi terbatas. Di bidang Pendidikan, bidang pertanian dan bidang pariwisata semuanya terganggu.

Ancaman Covid 19  telah menambah pekerjaan baru bagi Kelompok usaha yang ada di desa yakni bagaimana strategi pemasaran  yang perluh di lakukan dalam menghadapi  situasi dunia baru saat ini.

Persoalan serius yang dihadapi oleh kelompok  adalah pemasaran bersama  atau Pasar yang bisa mengakses produk dari kelompok yang ada di desa. Saat ini kedua desa yang di sebut di atas  menjadi salah satu  desa dampingan Yayasan Tananua Flores. Dan Dorongan Tananua adalah menjadikan Kelompok usaha yang ada di desa mempunyai produk unggulan , sehingga potensi yang ada di Desa bisa membantu peningkatan ekonomi keluarga.  Dan yang kondisi saat ini Sarana pemasaran masih menjadi kendala sehingga butuh  diperhatikan secara serius, agar dapat mengakomodir hasil usaha dari masyarakat desa. Akses informasi pasar  bagi masyarakat sangat sedikit dan ini tidak mungkin menjadi peran masyarakat untuk berpikir, tentunya pihak pemerintah agar secepatnya membuka isolasi yang sedang membalut masyarakat.

Mewujudkan kemandirian ekonomi di desa.

Mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat memang membutuhkan proses yang berkelanjutan agar ketahanan ekonomi lebih kuat dan masyarakat mengalami perubahan dari waktu-kewaktuharus, dan untuk mencapai itu sehingga masyarat untuk menghantar masyarakat menuju kepada titik kesejahteraan tentu pembangunan yang ideal membutukan modal dan kerjasama serta dukungan dari berbagai pihak.   Sebab, dari rekam jejak lembaga Yayasan Tananua Flores sudah bekerja dengan desa sudah sangat lama yaitu dari desa yang satu ke desa lainnya di kabupaten Ende.

Yayasan Tananua Flores-Ende (YTNF) merupakan sala satu Lembaga swadaya Masyarakat yang masih konsisten selama 30 tahun mendampingi masyarakat desa melalui pendekatan pemberdayaan berbasis swadaya.

Dalam proses pendampingan melalui bidang kerja ekonomi kemasayrakatan sebagai pintu masuk pendekatan menggali potensi yang masyarakat Konsep itu sebagai pintu masuk agar Tananua bisa mulai mendamping masyarakat sesuai dengan tujuan pemberdayaan.

Kondisi yang ada saat ini terdapat sejumlah kelompok produktif yang fokus pada bidang usaha bersama seperti yang telah disebutkan diatas.

Kelompok usaha bersama ini dirintis oleh masyarakat sendiri setelah melalui proses pendekatan fasilitator  Tananua Flores dengan masyarakat  itu sendiri sehingga kesadaran yang dibangun adalah kesadaran masyarakat bukan atas desakan oleh pihak luar.

Tahapan yang dilakukan yaitu dengan pengorganisasian wadah, bisnis plane dan mekanisme kelompok usaha serta pemasaran, dan tahapan ini  adalah bagian dari tugas fasilitator.

Beberapa kelompok yang disebutkan diatas telah sampai pada tahapan pemasaran, meski saat ini sedang mengalami berbagai kondisi eksternal. Beberapa kondisi eksternal yang membuat produktifitas menurun  adalah pandemi covid 19 yang mengancam kestabilan pemasaran hasil prodak petani.

Keberlanjutan sebagai target utama

Merawat kebersamaan merupakan sebuah perkara besar oleh siapapun dan lembaga manapun yang berperan pada komunitas atau obyek tertentu. Seringkali menyuarakan tentang keberlanjutan menjadi sebuah diplomasi yang berujung pada janji. Hal ini menggambarkaan ada banyak kisah kebersamaan yang tidak bersifat keberlanjutan.

Membangun wadah ekonomi masyarakat atau komunitas bukanlah sebuah perjuangan yang mudah, melainkan sebuah pertaruhan identitas “fasilitator” dengan masyarakat /komunitas yang kita geluti. Kepercayaan bagi masyarakat adalah sebuah modal yang membekas pada nalar individu untuk memastikan komitmen yang disebut dengan keberlanjutan. Sebagai fasilitator, tentu kita menginginkan sebuah perubahan yang terjadi pada masyarakat namun kita juga membutukan peran yang luas dari pihak lain agar sama-sama berjuang memperbaiki ekonomi masyarakat.

Kendala yang dialami oleh kelompok dampingan tananua flores seperti yang diceritakan diatas berpotensi mengancam dan penyebab keberlanjutan wadah ekonomi masyarakat yang sedang dirintis. Hal tersebut harus menjadikan sebuah kesadaran dan reflektif bersama bagi kita semua agar dapat menemukan solusi bersama yang bermuara pada pencegahan dan mengatasi solusi bersama.

Bila kita menempatkan target keberhasilan pada skala kuantitas maka poin pencapaian mungkin telah kita lewati karena telah menghasilkan banyak wadah ekonomi yang terlahir dari pelosok desa. Contoh lainya adalah sejak tahun 2007 desa-desa di NTT sedang dihebokan dengan kelompok ekomomi yang digalang oleh pemerintah daerah, sebut saja program anggur merah dan sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga, lalu secara nasional di luncurkan ke desa-desa di indonesia dengan sebutan program Mandiri ( PNPM )  desa dan yang paling terbaru adalah Badan usaha milik desa ( BUMDes).

Desa ibaratkan gadis cantik yang diperbutkan oleh berbagai pihak lalu dibuatkan menjadi sesuatu yang berujung pada pertanyaan bagaimana dengan keberlanjutan ?’ . Apakah luka yang sama ini terus melukai komunitas desa yang utuh ?. ini adalah pertanyaan menantang bagi kita dan harus berani mewujutkan kepercayaan bagi masyarakat desa terkait perubahan.

Pada tahapan kuantitas ada baiknya kita tempatkan pada bagian teknis menjalankan tugas baik sebagai fasilitator desa dari pihak LSM maupun dari pihak pemerintahan dan lembaga sosial lainnya, ada baiknya kita menempatkan keberlanjutan sebagai sebuah tanggung jawab kita, tanggung jawab moril kepada masyarakat menuju titik perubahan yang hendak kita inginkan.

Skema keberlnjutan yang hendak diharapkan oleh masyarakat atau kelompok ekonomi yang telah ada, yaknik kepasitian pasar. Kepastian pasar adalah keinginan dari setiap produsen . kepastian pasar yang dimaksudkan adalah wadah yang bisa mengakomodir usaha dan karia mereka untuk percepatan perputaran menuju konsumen, hal ini yang harus diperhatikan secara bersama.

Pelaku usaha, sebut saja masyarakat kelompok dampingan kita saat ini hanya mampu berpikir dan berusaha bagaimana bisa menghasilka barang  yang mereka kerjakan. Ini adalah realita yang sangat realistis dengan kondisi komunitas masyarakat desa. Akan sedikit bertentang bila kita mengoptimalkan pengetahuan bagi masyarakat desa pada bidang analisa pasar dan harga. Bahkan menciptakan pasar. Sebab tingkat pemahaman mereka tidak bisa menjangkaui pada level itu, Inilah yang menjadi persoalan dasar sehingga kelompok ekonomi di desa seringkali gagal total.

Analogi yang rilevan dalam konteks diskusi dan analisa pemasaran akan sedikit tepat bila diberikan pada pelaku usaha yang memiliki bekal usaha melalui pengalaman dan pendidikan formal. Hal tersebut belum tentu tepat secara pelaksanaan bila metode pembelajarannya kurang cocok . analogi tersebut tidak bermaksud untuk menggagalkan ide kita dan membasi proses doktrinasi ilmu ekonomi bagi masyarakat kita, namum kita diajak melihat dan berpikir secara holistis agar fokus target bimbingan kita atau kelompok dampingan bisa bertahan dan berkelanjutan.

Bila kita telah memilahkan peran kelompok ekonomi masyarakat pada tahapan produksi dan menejemen organisasi akan lebih kuat dan efektif, lebih dari itu peran pendamping dan pihak lain untuk terus berjuang bagaimana menyiapkan pasar yang pasti bagi petani kita untuk bisa mengakomodir karya dan usaha yang sudah diupayakan. Ini adalah rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak untuk sama- sama menjalankan tanggung jawab kita terhadap keberlanjutan kelompok ekonomi yang ada di desa.

RANTAI PEMASARAN

Praktek pasar pada skala global telah memperdebatkan soal pasar yang adil bagi masyarakat belahan dunia ketiga. Gerakan ini dilakukan oleh lembaga gereja dan LSM dari negara eropa sejak tahun 1940-an ( sumber: website fairtrade labeling Orgnitazion International). Gerakan tersebut bertujuan melakukan label produk dari konsumen yang belum terjual pada pasar umum saat itu, karena praktek pasar disimpulkan bahwa tidak adil.

Kita diajak membayangkan bagaimana menciptakan terobosan baru terkait menjawabi kecenderungan pelaku ekonomi tingkat desa atau kelompok ekonomi dampingan  di desa untuk membuat sebuah kepastian pasar.

Kepastian pasar bagi masyarakat yang telah dilembagakan akan lebih tepat karena individu yang telah diorganisir dalam sebuah wadah yang legal. hal ini juga selain berpotensi pada keberlanjutan dan semangat usaha masyarakat yang hakiki juga akan berpotensi pada pencegahan praktek pasar yang tidak adil. Praktek pasar yang tidak adil dari sisi harga yang seringkali selalu berpihak kepada pembeli bukan berpihak kepada produsen, karna terlalu benyak rantai pasar yang diciptkana oleh masyarakat itu sendiri, salah satu contoh rantai pasar adalah para tengkulak yang sangat jelas menciptakan  praktek sistim ijon, dengan cara pembeli berusaha untuk menciptakan keteragantungan bagi penjual barang dengan cara memberikan pinjaman modal kepada penjual /pemilik barang. Praktek tersebut telah menjadi pola dalam dunia pasar hari ini sehingga pemilik barang sering kali tidak mendapatkan harga yang seimbang dengan usaha yang telah dikerjakan.

Model tersebut jangan dibiarkan dan ditumabuhkan dalam komunitas masyarakat karena selain menciptakan pasar yang tidak adil, juga akan menciptakan pola yang membudaya. Upaya pencegahhan salah satunya yaknik bagaimana menciptakan pasar yang teap bagi kelompok ekonomi masyarakat desa.

Sebagai akhir dari ulasn ini, mari kita bersama sama untuk Menghidupkan wadah ekonomi masayarakat desa, merawat keberlanjutan dimasa pandemi juga mutuskan rante pemasaran yang berpotensi pada fairtrade.

Sekian sajian.

Oleh : Anselmus Kaki Reku

Kreativitas Masyarakat Desa Sebagai Upaya Keberlanjutan Read More »

Translate »