Saatnya Merebut Kembali Pangan Kita dari Cengkeraman Bahan Kimia: Studi Kasus Transisi Pertanian Organik di Mautenda Barat

Ende, Tananua Flores – Pertanyaan mendasar perlu diajukan kembali: sampai kapan tanah pertanian kita bergantung pada pupuk dan pestisida kimia yang membawa dampak degradasi lingkungan dan kesehatan? Tantangan ini mengemuka kuat dalam sebuah pertemuan evaluasi ilmiah yang dilaksanakan di Dusun Detuboti, Desa Mautenda Barat, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Pertemuan tersebut menjadi momentum penting dalam upaya transisi menuju sistem pertanian yang lebih sehat, mandiri, dan berkelanjutan.

Di jantung kawasan pertanian yang masih mempertahankan tradisi budidaya rendah input, Kelompok Tani Sa Ate bersama Yayasan Tananua Flores, akademisi Universitas Flores (Unflor), Pemerintah Desa, Mosalaki (tokoh adat), Dinas Pertanian, serta Dinas Ketahanan Pangan berkumpul untuk menilai hasil uji coba penerapan input organik periode pertama. Pertemuan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi menjadi tonggak deklarasi komitmen kolektif untuk mewujudkan hamparan padi 100% organik di Mautenda Barat.

1. Evaluasi Ilmiah sebagai Dasar Gerakan Transisi

Pertemuan ini bertujuan untuk memverifikasi hasil uji coba pertanian organik yang telah dilakukan pada satu musim tanam. Direktur Yayasan Tananua Flores menegaskan pentingnya pembuktian ilmiah dalam setiap langkah transisi.

Menurutnya, meskipun hasil visual pada tanaman uji coba terlihat baik, data ilmiah menjadi syarat mutlak untuk memastikan bahwa intervensi organik tersebut benar-benar efektif. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dengan menggandeng pihak akademisi untuk menjaga objektivitas dan akurasi.

Ketika laporan hasil kajian dari tim Unflor dipresentasikan, ditemukan bahwa perbedaan hasil antara perlakuan organik dan non-organik tidak menunjukkan signifikansi yang menonjol. Kepala Desa Mautenda Barat menegaskan bahwa hasil ini tidak menunjukkan kegagalan sistem organik, melainkan menjadi bukti bahwa tanah di Detuboti masih berada dalam kondisi relatif sehat akibat minimnya penggunaan input kimia dalam praktik pertanian tradisional.

2. Tantangan Metodologis dalam Transisi Organik

Diskusi dalam pertemuan mengungkap sejumlah kendala dalam pelaksanaan protokol uji coba. Beberapa perlakuan yang dilakukan petani—seperti penambahan perangsang bunga organik buatan sendiri pada waktu yang tidak sesuai—dapat memengaruhi validitas hasil penelitian.

Direktur Yayasan Tananua Flores menekankan pentingnya kedisiplinan metodologis:

“Dalam kajian ilmiah, setiap perlakuan harus mengikuti protokol yang telah disepakati. Inisiatif baru harus melalui diskusi terlebih dahulu.”

Kesalahan yang terjadi bukan terletak pada bahan yang digunakan—yang sudah berbasis organik—melainkan pada pelanggaran jadwal dan ketidakkonsistenan prosedur. Transisi menuju pertanian organik menuntut disiplin yang ketat, tidak hanya dalam menghindari bahan kimia, tetapi juga dalam mengikuti standar penelitian yang telah ditentukan.

3. Penguatan Komitmen Kolektif Menuju 100% Organik

Meskipun terdapat tantangan, pertemuan ini juga mencatat komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk memperkuat gerakan pertanian organik.

a. Dukungan Adat dan Infrastruktur Desa

Mosalaki memberikan restu adat dengan menambahkan bidang uji coba pada periode tanam berikutnya. Pemerintah Desa Mautenda Barat turut mendukung dengan menyiapkan anggaran untuk pengadaan mesin pencacah bahan pupuk, yang akan memperkuat kemandirian produksi pupuk organik.

b. Kebijakan Dinas Pertanian

Dinas Pertanian melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) menetapkan bahwa Detuboti akan diarahkan sebagai wilayah dengan penerapan input organik 100%. Kebijakan ini diperkuat dengan memasukkan poin kewajiban penerapan pertanian organik ke dalam AD/ART Kelompok Tani Sa Ate.

c. Jaminan Keamanan Pangan oleh Dinas Ketahanan Pangan

DKP berkomitmen mendampingi proses uji residu dan pengawasan mutu panen, sebagai langkah penting memastikan bahwa padi organik yang dihasilkan aman dan layak konsumsi.

4. Rencana Aksi Uji Coba Tahap II

Pertemuan menghasilkan kesepakatan bersama untuk melanjutkan kajian pada musim tanam berikutnya. Uji coba tahap II akan dilakukan dengan kontrol variabel yang lebih ketat untuk menjamin akurasi data.

Unflor akan menempatkan mahasiswa peneliti secara penuh di lokasi sebagai pendamping lapangan. Kepala Desa juga menekankan perlunya menyediakan papan informasi publik (baliho) mengenai hasil kajian sebagai bentuk transparansi dan edukasi bagi masyarakat luas.

Waktu pelaksanaan akan ditetapkan oleh Mosalaki, dengan target penanaman antara akhir Desember hingga pertengahan Januari. Varietas padi dengan label ungu (kelas unggul) akan tetap digunakan untuk menjaga konsistensi penelitian.

5. Penutup: Mengembalikan Kedaulatan Pangan Masyarakat

Evaluasi ini bukan merupakan akhir, tetapi fase awal dari transformasi sistem pangan di Kabupaten Ende. Seperti disampaikan oleh Elias Mbani, pertemuan ini membuka jalan untuk memperbaiki praktik pertanian yang selama ini dianggap keliru.

Transisi menuju pertanian organik bukan hanya tentang mengganti produk kimia dengan bahan organik, tetapi tentang memulihkan relasi manusia dengan tanah, meningkatkan disiplin metodologi, serta memastikan keamanan pangan bagi generasi mendatang.

Saatnya Merebut Kembali Pangan Kita dari Cengkeraman Bahan Kimia: Studi Kasus Transisi Pertanian Organik di Mautenda Barat Read More »

Program Sustainable Tananua Flores

Ende, Tananua Program Sustainable Tananua Flores adalah sebuah inisiatif pembangunan berkelanjutan yang dirancang untuk memperkuat kapasitas komunitas lokal dalam mengelola sumber daya alam secara arif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Program ini hadir sebagai respon terhadap berbagai tantangan di wilayah pedesaan—mulai dari menurunnya kualitas lahan, ketidakstabilan produksi pangan, hingga meningkatnya kerentanan terhadap bencana alam.

Melalui pendekatan yang berbasis pada partisipasi dan kearifan lokal, program ini menempatkan masyarakat sebagai aktor utama perubahan. Pendampingan dilakukan secara intensif kepada kelompok tani, perempuan, dan generasi muda, sehingga setiap solusi yang dirancang benar-benar sesuai kebutuhan, budaya, dan kondisi ekologi setempat.

  1. Pertanian Ramah Lingkungan
    Program mendorong praktik budidaya yang meminimalkan penggunaan bahan kimia, memperkuat kesuburan tanah secara alami, serta meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan.
  2. Konservasi Lahan dan Air
    Upaya konservasi dilakukan melalui rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan daerah aliran sungai, agroforestri, dan teknologi sederhana untuk menjaga ketersediaan air sepanjang tahun.
  3. Peningkatan Ketahanan Pangan
    Masyarakat didampingi untuk mengembangkan sistem pangan lokal yang beragam dan stabil, sehingga mampu menghadapi perubahan iklim dan fluktuasi pasar.
  4. Pengurangan Risiko Bencana
    Program membangun kapasitas desa dalam memahami risiko, membuat rencana mitigasi, dan menerapkan langkah-langkah adaptasi yang berbasis ekosistem.
  • Partisipatif, menempatkan komunitas sebagai pengambil keputusan utama.
  • Berbasis data lokal, melalui pemetaan, analisis desa, dan identifikasi masalah bersama.
  • Mengintegrasikan kearifan lokal, sehingga kegiatan selaras dengan nilai dan praktik budaya masyarakat.
  • Kolaboratif, melibatkan pemerintah desa, lembaga adat, kelompok perempuan, dan pemuda.

Program Sustainable Tananua Flores tidak hanya berfokus pada peningkatan ekonomi keluarga petani, tetapi juga membangun sistem lingkungan yang sehat dan kuat. Dengan demikian, manfaat yang dihasilkan dapat dirasakan secara adil oleh masyarakat saat ini dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Program Sustainable Tananua Flores Read More »

Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga di Kabupaten Ende

Keterbatasan pengetahuan masyarakat di wilayah hulu Kabupaten Ende tentang pentingnya menjaga lingkungan telah memicu pemanfaatan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan hak-hak ekologis. Dampaknya terlihat pada kerusakan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, menurunnya sistem pangan tradisional, serta meningkatnya kemiskinan, terutama di kalangan petani. Alih fungsi lahan ke komoditi berumur panjang dan lemahnya teknik budidaya memperburuk kondisi dengan peningkatan penggunaan pupuk serta pestisida. Sementara itu, keberadaan hutan adat dan potensi wisata desa belum dikelola secara optimal.

Menjawab tantangan tersebut, Yayasan Tananua Flores melaksanakan Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga di 14 desa wilayah Kabupaten Ende, dengan fokus pada penguatan kapasitas masyarakat melalui advokasi, pelatihan, dan pendampingan. Program ini bertujuan memastikan alam tetap terlindungi dan masyarakat lokal memiliki akses serta kendali atas sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan.

Pendekatan program menempatkan hak alam (hak ekosistem untuk pulih dan berkembang) dan hak warga (hak masyarakat untuk hidup layak, aman, dan sejahtera) sebagai dasar dalam setiap intervensi. Implementasi diarahkan pada konservasi, peningkatan mata pencaharian berkelanjutan, serta penguatan tata kelola berbasis hak.

  1. Hak dan Akses atas Sumber Daya Alam
    Mengamankan hak masyarakat lokal terhadap hutan, air, tanah, dan ruang hidup melalui advokasi, pemetaan partisipatif, serta fasilitasi regulasi desa.
  2. Pengelolaan Sumber Daya Alam oleh Petani Skala Kecil
    Mengembangkan sistem pengelolaan berbasis komunitas, termasuk penguatan teknik budidaya ramah lingkungan, restorasi lahan, serta sistem perlindungan seperti patroli masyarakat.
  3. Tata Kelola Berbasis Komunitas
    Meningkatkan kapasitas kelembagaan desa dalam membuat aturan, mekanisme pengawasan, dan rencana pengelolaan sumber daya alam yang adil dan transparan.
  4. Sistem Sosial-Ekonomi yang Tangguh
    Mendukung pengembangan mata pencaharian berkelanjutan, akses layanan dasar, serta peningkatan kesejahteraan melalui model ekonomi desa yang inklusif dan adaptif.

Program Peningkatan Hak Alam dan Hak Warga di Kabupaten Ende Read More »

Program Pengarusutamaan Adaptasi Perubahan Iklim: Kolaborasi WN dan KLHK Memperkuat Ketahanan Desa di Nusa Tenggara

Ende, Tananua Flores | 11/24/2026,Kerja sama antara World Neighbors (WN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK-RI) telah berlangsung selama dua periode dan kini memasuki tahun terakhir pada tahap kedua kemitraan. Program yang diberi nama “Program Terpadu Pengarusutamaan Adaptasi Perubahan Iklim untuk Menurunkan Kerentanan Masyarakat Perdesaan di Wilayah Nusa Tenggara” ini menjadi upaya strategis untuk memperkuat ketahanan desa terhadap risiko perubahan iklim.

Fokus Tahun Ketiga: Prioritas pada Peningkatan Skor Adaptasi dan Mitigasi

Pada tahun ketiga, dengan tersedianya anggaran yang terbatas, kegiatan lapangan diprioritaskan untuk mendorong peningkatan skor indikator aksi adaptasi, mitigasi, dan penguatan kelembagaan. Melalui dukungan pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup, serta arahan teknis staf KLH/BPLH terkait registrasi ProKlim, seluruh 58 kelompok ProKlim di 56 desa pada 7 kabupaten berhasil meningkatkan levelnya menuju kategori Madya dan Utama.

Proses verifikasi ProKlim oleh KLH/BPLH telah rampung pada Agustus 2025, dan seluruh pihak kini menantikan pengumuman resmi dari KLHK terkait kelompok ProKlim yang berpotensi mencapai level Utama.

Dasar Kerja Sama: Memorandum Saling Pengertian (MSP)

Melalui MSP, WN dan KLHK berkomitmen memperkuat pelaksanaan program adaptasi perubahan iklim nasional, dengan tiga tujuan utama:

  1. Menurunkan kerentanan masyarakat perdesaan.
  2. Meningkatkan daya dukung lingkungan dan sumber daya alam.
  3. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Tujuan ini sejalan dengan RPJMN 2020–2024, Renstra KLHK 2020–2024, dan kontribusi Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Jangkauan Program di NTB dan NTT

Program ini dilaksanakan di tujuh kabupaten pada dua provinsi:

1. Nusa Tenggara Barat (NTB)

  • Lombok Barat (8 desa) – Pusat Studi Pembangunan (PSP-NTB)
  • Lombok Tengah (9 desa) – Berugak Dese Lombok (BDL)
  • Lombok Timur (8 desa) – Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM)
  • Dompu (7 desa) – Lembaga Studi Pengkajian Lingkungan (LESPEL)

2. Nusa Tenggara Timur (NTT)

  • Nagekeo (13 desa) – Yayasan Mitra Tani Mandiri Flores (YMTMF)
  • Ende (6 desa) – Yayasan Tananua Flores (YTNF)
  • Sumba Timur (5 desa) – Sumba Integrated Development (SID)

58 Kelompok ProKlim Mendapat Pendampingan Intensif

Selama pelaksanaan program, sebanyak 58 kelompok ProKlim didampingi—26 kelompok lama dan 32 kelompok baru. Pendampingan diberikan melalui:

  • Penguatan kelembagaan desa
  • Penyusunan dan implementasi rencana aksi adaptasi dan mitigasi
  • Monitoring partisipatif berbasis masyarakat

Pendekatan ini membantu masyarakat memahami risiko iklim dan bencana, sekaligus menyiapkan strategi nyata dalam menghadapi dampaknya.

Kolaborasi Lokal untuk Keberlanjutan

Mitra lokal memegang peran kunci dalam memastikan efektivitas intervensi. Kolaborasi antara kelompok masyarakat, pemerintah desa, pemerintah kabupaten–provinsi, serta WN, berhasil memperkuat rasa kepemilikan program. Hasilnya, praktik baik yang dikembangkan berpotensi berlanjut secara mandiri dan mendukung sinergi lintas pemangku kepentingan dalam agenda adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Program ini tidak hanya meningkatkan kapasitas masyarakat, tetapi juga membangun dasar yang kuat bagi keberlanjutan lingkungan di masa depan.

Selanjutnya: Program Pengarusutamaan Adaptasi Perubahan Iklim: Kolaborasi WN dan KLHK Memperkuat Ketahanan Desa di Nusa Tenggara

Kunjungi dokumen dibawah ini

Program Pengarusutamaan Adaptasi Perubahan Iklim: Kolaborasi WN dan KLHK Memperkuat Ketahanan Desa di Nusa Tenggara Read More »

Memperkuat Ketangguhan Kabupaten Ende di Tengah Ancaman Bencana

Ende, Tananua Flores | Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan cincin api Pasifik menghadapi ancaman bencana yang terus meningkat akibat perubahan iklim. Data BNPB mencatat, sepanjang 2023 terjadi 5.400 bencana, dan hampir seluruhnya merupakan bencana hidrometeorologi. Ribuan warga terdampak, ratusan meninggal, dan jutaan terpaksa mengungsi.

Di Kabupaten Ende, risiko tersebut terasa nyata. Kajian Risiko Bencana 2017–2022 menunjukkan 18 kejadian bencana dengan korban meninggal mencapai 47 jiwa dan kerugian ekonomi yang diperkirakan menembus Rp3,9 triliun. Karena tingginya ancaman tersebut, BNPB menetapkan Kabupaten Ende sebagai wilayah berisiko tinggi dengan skor indeks 144.

Situasi ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah daerah yang masih berjuang meningkatkan kapasitas pembangunan dengan sumber daya terbatas. Ancaman bencana yang kian kompleks menuntut investasi berkelanjutan dalam penguatan kesiapsiagaan, adaptasi perubahan iklim, dan pengurangan risiko bencana.

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 secara tegas mengamanatkan bahwa penanggulangan bencana harus terintegrasi di dalam perencanaan pembangunan. Karena itu, penyusunan RPJMD Kabupaten Ende harus memastikan bahwa unsur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Perubahan Iklim (PI) menjadi bagian utama strategi pembangunan jangka menengah daerah.

Panduan ini disusun untuk membantu tim penyusun RPJMD Kabupaten Ende 2025–2045 dalam mengintegrasikan PRB dan PI secara sistematis, demi mewujudkan Kabupaten Ende yang lebih tangguh dan adaptif dalam menghadapi ancaman bencana yang terus berkembang.

Selanjutnya: Memperkuat Ketangguhan Kabupaten Ende di Tengah Ancaman Bencana

Bisa lihat dokumen dibawah ini

Memperkuat Ketangguhan Kabupaten Ende di Tengah Ancaman Bencana Read More »

Translate »