Tananua Flores gelar diskusi Data Profil Perikanan dan Pembuatan alat Tangkap yang Ramah Lingkungan

Nagekeo, Tananua Flores. | Yayasan Tananua Flores gelar diskusi profil data perikanan dan pembuatan peta partisipatif di desa Pedonura kabupaten Nagekeo NTT. Gelar diskusi tersebut diselenggarakan di kantor desa Pedonura pada (24/8)

Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari yang di mulai dari 24-25 agustus 2021. Peserta yang terlibat dalam kegiatan tersebut terdiri dari aparatus Pemerintah Desa Kotodirumali,  pemerintah desa Pedonura para Nelayan Gurita serta tim dari Tananua Flores Ende.

Berbicara terkait data saat ini adalah penting sebab dalam melakukan proses pembangunan di bidang apapun di mulai dari data. Data menjadi sumber utama bagi siapapun baik itu pemerintah, swasta  untuk memulai proses perencanaan, proses pembangunan semuannya berbasis pada data.

Pius Jodho dari Tananua Flores menuturkan bahwa untuk Program Perikanan dan kelautan ini Tananua sendiri mengawali dengan data, bersama masyarakat Tananua mulai melakukan survey dan pengambilan data awal sebagai dasar untuk melakukan program Pendampingan.

“Kami Tananua Flores dalam program perikanan dan kelautan itu dimulai dengan Pendataan, yaitu dengan pembuatan profil perikanan dan database lainnya yang berhubungan dengan rencana program pendampingan bisa terarah pada tujuan yang ingin di capai” tuturnya.

Lebih jauh Pius Menjelaskan  di program perikanan ini data profil yang dimaksudkan adalah situasi kehidupan para nelayan  khususnya gurita, jenis alat tangkap, lokasi memancing, hasil tangkapan, waktu memancing, logistik memancing, fasilitas perikanan, rantai pasokan, pendapatan, sumber daya ikan, kalender musim, kelembagaan dan tata kelola,

“ Data yang di maksudkan untuk awal kami memulai seperti situasi kehidupan para nelayan  khususnya gurita, jenis alat tangkap, lokasi memancing, hasil tangkapan, waktu memancing, logistik memancing, fasilitas perikanan, rantai pasokan, pendapatan, sumber daya ikan, kalender musim, kelembagaan dan tata kelola” jelas pius

Sementara itu menurut Pius bahwa informasi tentang data profil perikanan harus dimulai dari awal agar ketikan dalam menjalankan program kedepan bisa bermanfaat untuk masyarakat dan nelayan. Selain itu juga bisa memperoleh klarifikasi atau umpan balik dari masyarakat yang berkaitan dengan informasi yang di sampaikan

Yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah dengan tersedianya data awal dan menjadi dokumen, agar dalam menyusun sebuah perencanaan di masa yang akan datang dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Data yang telah disajikan dapat memberikan gambaran yang lengkap dan dapat terpercaya.

Alat tangkap yang ramah lingkungan

Tananua flores juga memfasilitasi Pelatihan pembuatan alat tangkap yang ramah lingkungan. Dalam kegiatan tersebut di ikuti oleh para nelayan pencari gurita.

Pelatihan pembuatan alat tangkap itu adalah bagian dari para nelayan yang mencari gurita saling belajar bersama dalam pembuatan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Untuk kali ini yang melatih para nelayan di desa pedonura, desa kotodurimali, desa tongggo adalah para nelayan gurita dari lingkungan arubara kabupaten ende.

Belajar membuat alat tangkap Gurita tersebut di fasilitasi langsung oleh Doyan dari arubara. Dalam Penjelasannya bahwa ada 3 alat tangkap yang perluh digunakan oleh nelayan pencari gurita yaitu alat tangakap kepiting, alat tangkap pocong, dan alat tangkap terong.

Menurutnya bahwa jenis alat tangkap ini yang ramah lingkungan tidak merusak ekosistem yang ada di laut, dan bahan-bahan yang dipakai mudah ditemukan oleh para nelayan dan tersedia di pasaran.

Yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah agar masyarakat nelayan gurita di desa podenura, tonggo, dan kotodirumali bisa membuat alat tangkap gurita yang ramah lingkungan dan tetap menjaga ekosistim laut dengan baik.

Dengan adanya pelatihan pembuatan alat tangkap gurita yang ramah lingkungan bisa mendorong nelayan gurita tetap menjaga ekosistem terumbu krang dengan baik, dan diharapkan nelayan gurita bisa membagikan ilmu yg mereka pelajari dari proses pelatihan pembuatan alat tangkap yang ramah lingkungan kepada sesama nelayan gurita yang belum memahami dan belum bisa membuat alat tersebut

Langkah yang perlu di tindak lanjuti, harus adanya dorongan ,motivasi, bimbingan,pengawasan kepada nelayan gurita, agar mereka bisa memanfaatkan alat tangakap gurita yang ramah lingkungan tersebut tanpa harus merusak ekosistim laut.

Oleh : Nelson

Tananua Flores gelar diskusi Data Profil Perikanan dan Pembuatan alat Tangkap yang Ramah Lingkungan Read More »

Gambaran Umum Kondisi Desa Kolikapa

Sejarah Desa

Pada mulanya wilayah ini masih berstatus Dusun dengan tiga rukun tetangga (RT) yakni : Rt Kolikapa I,kolikapa II dan Rt Ndetundopo. Dan pada tahun 2000-2021 wilayah ini akan terjadi pemekaran dari Desa indu yaitu Desa Kebirangga, guna pelayanan kepada masyarakat lebih dekat dan pada saat itu juga wilayah desa kebirangga sudah sangat luas, sehingga wilayah dusun di Kolikapa menjadi Desa Persiapan.

Dari keadaan diatas maka tergeraklah seluruh masyarakat bersama para Mosalaki dan tokoh masyarakat untuk duduk dan bermusawarah dalam hal ini membentuk wilayah dusun menjadi sebuah desa persiapan. Pada saat itu juga masyrakat,mosalaki,tokoh masyarakat bersepakat untuk memberi nama diambil dari sebuah pohon yaitu Koli dan Kapa, kata Koli artinya lontar dan kapa artinya Banyak.

Dihubungkan menjadi KOLIKAPA artinya banyak lontar. Pohon ini juga di jaman duluh nenek moyang di jadikan arak, daunya dijadikan atap ruma, juga dijadikan tas ( rembi ) sebagai tempat untuk simpan barang-barang.

Setelah menyepakati nama itu masyarakat juga memilih Pemimpin sementara menjadi desa persiapan yaitu bapak Aloysius Segu, warga masyarakat Kolikapa.nama desa dan nama pemimpin tersebut  langsung di ajukan ke kabupaten melalui bapak Aloysius Segu kepada bapak Bupati Ende yaitu Bapak Paulinus Domi, pada tahun 2000.Nama tersebut di setujui oleh bapak bupati ende sehingga terjadi desa persiapan selama tiga tahun yaitu tahun 2000-2003.

Setelah persaratan dipenuhi maka bapak bupati ende mengeluarkan peraturah bahawa desa-desa persiapan se kabupaten ende segarah menjadi desa defenitif, saat itu juga masyarakat desa kolikapa membentuk panitia pemiliha kepala desa.tepatnya di bulan mei tahun 2000 masyarakat kolikapa mempunyai pemimpin kepala desa yang baru. Yakni Bapak Aloysiu Segu.

Ditahun 2004 bapak Aloysius Segu di lantik oleh Bapak Paulinus Domi selaku Bupati Ende, menjadi kepala desa kolikapa untuk memimpin selama kurang lebih lima (5) Tahun, dari tahun 2004-2008.

Selanjutnya pergantian pemimpin sebagai berikut:

NO Nama Tahun Keterangan
1. Aloysius Segu 2003-2004 Persiapan
2. Aloisius Segu 2004-2009 Kepala Desa
1. Andreas Renggi 2010-2011 Penjabat
2. Basilius Lima 2011-2016 Kepala Desa
3. Antonius Radja 2017-2019 Penjaba
4. Antonius Radja 2020-2026 Kepala Desa

Demikian Gambaran Umum Desa Kolikapa dari tahun ke Tahun yang bisa kamisampaikan terima kasih.

Download Dokumen : profil desa kolikapa 2021

 

Gambaran Umum Kondisi Desa Kolikapa Read More »

Petani Desa Randoria Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende Lakukan Konservasi Tanah dan Air

Ende, TananuaFlores –  Petani desa Randoria Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende lakukan Konservasi Tanah dan Air. Konservasi ini merupakan hal penting dan  berarti bagi petani desa Randoria Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende untuk  menjaga  humus Tanah agar tetap terjaga dan menjaga kualitas tanah dan air tetap terlindungi .

Bagi Masyarakat Desa Randoria  untuk menunjang kebutuhan rumah tangga dan keseharian mereka sangat bergantung pada hasil pertanian. Hasil pertanian tersebut diantaranya seperti hasil komoditi, ternak besar maupun ternak kecil dan Lebih dari itu banyak  petani yang mendapat hasil olahan pertaniannya melalui hasil pangan.

Berbicara tentang hasil pangan yang menjadi kebutuhan masyarakat Desa Randoria agar bisa meningkat sangat erat kaitannya dengan  bagaimana Petani melakukan Konservasi Tanah dan Air (KTA). Hal ini menjadi penting karena pola pengolahan lahan dengan sistim teras bangku dan teras guludan merupakan salah satu metode untuk tanah dan Air tetap terjaga kualitasnya.

Perluh di ketahui bahwa Perlakuan petani dalam olahan lahan harus tetap memperhatikan Konservasi Tanah dan Air, sehingga pada saat mamasuki musim tanam tahun berjalan maka, yang menjadi faktor penentu terhadap banyaknya hasil panen tergantung dari petani itu sendiri melakukan olahan yang sesuai dengan kondisi tanah tersebut .

Sebanyak 14 orang Petani yang tergabung dalam kelompok Ingin Maju melakukan kegiatan kerja konservasi Tanah dan air. Kegiatan tersebut di laksankan pada 19/8 Lalu di desa Randoria tepatnnya di salah satu kebun anggota Kelompok.  Konservasi tanah dan air tersebut merupakan yang pertama dilakukan di kelompok Ingin maju dan yang pertama pula di desa itu.

Gerardus Gedu  ketua Kelompok Ingin Maju Mengatakan Kegiatan hari ini meliputi penyiangan dengan luas lahan 0.25 ha, pengaturan kembali bedengan sebanyak 5 bedeng serta melakukan pembenaman rumput yang akan bermanfaat sebagai pupuk dasar.

Menurutnya Ketua Kelompok itu bahwa dengan Melakukan kembali Konservasi Tanah maka dengan sendirinya Petani akan memulai pola pertanian modern yang tetap menjaga kualitas humus tanah dan menjaga air tanah tetap bertahan sebagai penyuburan atas tanaman.

Sementara itu Theresia Ngela Menjelaskan bahwa Cara pembenaman rumput harus dilakukan  sebab setelah rumput hancur dan akan menjadi humus manfaatnya  sangat  baik untuk menjaga agar tanah tetap subur.

Lanjut di katakannya bahwa Pembenaman juga harus dilakukan di kebun masing-masing ataupun di kebun kelompok, baik dilakukan perorangan maupun dilakukan secara berkelompok. Sehingga tanah di kebun masing-masing akan subur dan kualitas tanah terurai dengan baik.

“ cara pembenaman rumput perlu dibuat di Kebun kita baik dilakukan secara kelompok maupun seorangan sebab sangat bermanfaat untuk menjaga agar tanah tetap subur seteleh rumput hancur dan menjadi humus”, katannya. ( Elias)

Petani Desa Randoria Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende Lakukan Konservasi Tanah dan Air Read More »

PRESS RELEASE PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT

Ende, Tananua Flores- Sejak tahun 2019 Yayasan Tananua Flores bekerjasama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures merintis sebuah program Pengelolaan Sumber daya Kelautan dan Perikanan berbasis masyarakat.

Program ini lahir karena melihat terjadinya degradasinya sumber daya pesisir dan laut disebabkan oleh perilaku manusia karena terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan.

Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut ditunjukkan dengan adanya perilaku pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir/batu hijau yang berlebihan.

Fokus dari program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuan program adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir. Pada Tahun 2019  Yayasan Tananua Flores (YTNF)  memulai program ini di Lingkungan Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende selatan dan di Desa persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda.  Dan tahun 2021 YTNF (kami) memperluas wilayah pendampingan di Kecamatan Ndori (Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori) dan di Desa Tonggo, Podenura (Kecamatan Nangaroro), Desa Kotodurimali Kecamatan Keo Tengah Kabupaten Nagekeo.

Sampai saat ini YTNF kami sedang dan akan mendampingi 36 nelayan di lingkungan Arubara yang sudah terorganisir dalam satu kelompok dengan nama Kelompok Nelayan gurita Arubara, 1 kelompok nelayan di Maurongga yang beranggotakan 13 orang nelayan, Kelompok Kerja Locally-Managed Marine Area (LMMA)/Wilayah Kelautan yang Dikelola secara Lokal di Lingkungan Arubara dan kelompok kelompok perikanan di wilayah Desa Podenura, Tonggo dan Kotodirumali di kabupaten Nagekeo dan 3 desa di Kecamatan Ndori.

Program Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ini adalah program baru bagi Yayasan Tananua Flores, tetapi dengan bimbingan teknis dari Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures, ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita. Kami memulai program dengan pendataan perikanan gurita berbasis masyarakat dimana masyarakat adalah pelaku utama pendataan. Dari data yang kami kumpulkan secara sensus (semua nelayan dan semua gurita hasil tangkapan didata setiap hari) memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende menjanjikan. Potensi perikanan gurita telah dimanfaatkan oleh nelayan di Lingkungan Arubara dan nelayan di Desa Persiapan Maurongga.  Hasil pendataan Gurita dalam periode Oktober 2019 – Mei 2021 terdata 59 nelayan gurita dengan jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 kg,  yaitu gurita dengan ukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg,  1-2 kg total tangkapan sebanyak 5.876 kg dan di bawah 1 kg 190 kg. jumlah total  individu gurita yang di tangkap sebanyak 5.652 ekor. Dengan rincian gurita betina 2.844  ekor, dan jantan sebanyak 2.808 ekor. Total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) yaitu Rp170.693.250 (seratus tujuh puluh juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah) dengan rincian per tahun 2019 (Oktober-Desember) sebanyak Rp75.420.000 (tujuh puluh lima juta empat ratus dua puluh ribu rupiah) dengan harga gurita Rp40.000/kg. Pada Tahun 2020 terjadi penurunan  harga gurita per kg menjadi Rp 15.000 – Rp20.000 sehingga total pendapatan di tahun 2000 (Januari – Desember) adalah Rp68.495.250 (enam puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) dan di tahun 2021 kisaran harga gurita Rp20.000/kg, total pendapatan nelayan  tahun 2021 (Januari – Mei) adalah Rp26.778.000 (dua puluh enam juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah).

Terdapat 69 fishing site atau lokasi yang menjadi area tangkapan nelayan. Lokasi memancing nelayan  Arubara dengan jumlah tangkapan yang paling tinggi di lokasi Ngalupolo sebanyak 1.079,5 kg, Wolo topo 879,5 kg dan yang paling rendah adalah lokasi tangkapan Loworongga dengan jumlah hasil tangkapan 4 kg. Dengan total tangkapan selama periode oktober 2019 – mei 2021 sebanyak 8.117 Kg.  Hasil tangkapan nelayan di Maurongga pada periode yang sama sebanyak 1.242,45 kg. dengan jumlah tangkapan paling tinggi di lokasi Mau rongga sebanyak 1.014,75 Kg, lokasi tangkap Nangalala 83,7 Kg sedangkan lokasi dengan tangkapan paling rendah di Nagakeo 13,5 Kg.  Lokasi terfavorit yang sering dikunjungi nelayan gurita Arubara yaitu Mauwaru, ada 47 orang nelayan sebanyak 104 trip dan lokasi favorit lainnya yang  dikunjungi nelayan yaitu Wolotopo 40 nelayan dengan 104  trip dan lokasi yang paling jarang didatangi yaitu Mbomba oleh 1 orang nelayan dan 1 kali trip. Sedangkan Lokasi terfavorit nelayan Maurongga adalah lokasi tangkap maurongga yang dikunjungi oleh 7 nelayan dengan 218 trip. Para nelayan biasanya menggunakan alat tangkap yang berbeda. Data menunjukkan bahwa hasil tangkapan menggunakan alat pancing 4.101 ekor, menggunakan pocong saja 1.232 ekor, pocong dan pancing 151 ekor, menggunakan ganco 154 ekor,  dan menggunakan baka besi 14 ekor.

 

Melihat potensi perikanan gurita yang sangat besar ini maka kami mulai melakukan pendampingan, penguatan kapasitas masyarakat nelayan, pembentukan dan organisasi nelayan serta membangun kerjasama dengan berbagai stakeholder di Kabupaten Ende, Nagekeo dan Pemerintahan Provinsi NTT.

Kegiatan – Kegiatan yang dilakukan adalah:

    1. Survey desa, membuat profil desa dan nelayan gurita, sosialisasi program,dan rencana kerja yang disepakati bersama dengan nelayan di desa,  sharing pembelajaran bersama nelayan ataupun mitra.
    2. Membuat profil perikanan gurita.
    3. Pelatihan masyarakat pendata.
    4. Pendataan gurita dan presentasi umpan balik data (data feedback session) perikanan gurita serta pemetaan lokasi tangkap gurita.

Pendataan gurita dan feedback data sangat membantu nelayan dalam mengetahui potensi dan pendapatan nelayan gurita serta potensi pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan.

    1. Pemetaan rantai pasokan dan rantai nilai perikanan gurita.
    2. Pembentukan dan penguatan organisasi nelayan melalui berbagai pelatihan dan sosialisasi.
    3. Membangun kerja sama kemitraan.

 

Penutupan Sementara Perikanan Gurita Octopus cyanea

Tahun 2020, Yayasan Tananua Flores bersama nelayan dari Arubara dan Maurongga melakukan kunjungan belajar tentang pengelolaan perikanan gurita berbasis masyarakat di Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Kunjungan belajar ini memperkuat pemahaman dan merubah pola pikir, cara menangkap dan sistem pengelolaan perikanan gurita yang selama ini dilakukan oleh para nelayan di Arubara dan Maurongga. Kunjungan  ini juga telah berpengaruh positif kepada masyarakat di Lingkungan Arubara yang memberikan respons positif untuk pembentukan kelompok LMMA dan pengelolaan perikanan gurita berupa penutupan sementara selama 3 bulan.

Penjualan gurita ke pedagang pengumpul selama ini dengan sistem timbang, dibayar per kg. Semakin berat gurita maka harganya semakin tinggi juga. Hal inilah yang memotivasi nelayan untuk tidak menangkap gurita kecil yang beratnya di bawah 0,5 kg, membiarkannya tumbuh lebih besar baru kemudian ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.

Yayasan Tananua Flores juga telah memfasilitasi terbentuknya kelompok LMMA. Kelompok ini yang akan mengorganisir para nelayan untuk menjaga ekosistem, mengawasi pelaksanaan sistem buka tutup area tangkapan gurita, menjalin kerjasama dengan stakeholder untuk upaya-upaya pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan di wilayah Arubara.

Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021 dimana masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola dan Tengumanu. Area penutupan sementara seluas 7,52 Ha. Pembukaan area tersebut akan dilakukan tanggal 29 Oktober 2021. Tujuan penutupan sementara perikanan gurita selama tiga bulan adalah sebagai pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat serta untuk memberikan waktu dan tempat bagi gurita untuk tumbuh lebih besar dan untuk bertelur/berkembang biak karena gurita dalam hal ini spesies Octopus cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 12 bulan (Herwig et al. 2012). Gurita dewasa betina mampu bertelur 150.000 – 170.000 telur dan merawatnya sampai menetas. Octopus cyanea diyakini bertelur sepanjang tahun dengan periode pemijahan puncak selama bulan Juni dan Desember di Tanzania (Guard dan Mgaya, 2015).

Dengan siklus hidup gurita Octopus cyanea yang singkat, penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan, sehingga harapannya ketika pembukaan penutupan sementara, gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih.

Proses penutupan area ini dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama kelompok LMMA, para nelayan yang didukung oleh stakeholder seperti Bappeda Ende, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Ende, Nagakeo dan Ngada, Kesyahbandaran, Camat Ende Selatan, Lurah Tetandara dan Babinsa Kelurahan Tetandara.

Selain itu Yayasan Tananua Flores juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Ende melalui Puskesmas Nangapanda, Ndori dan Rukun Lima untuk program kesehatan dasar seperti pelatihan manajemen Posyandu bagi kader dan PKK, pemanfaatan pekarangan untuk gizi keluarga, latihan kader kesehatan tentang pendataan kesehatan dan respon darurat kesehatan, penyadaran gender dan pendampingan kelompok perempuan.

Dalam melakukan pendampingan masyarakat dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak terutama dalam hal perikanan dan kelautan guna memberikan pemahaman tentang pentingnya laut bagi kehidupan mendatang karena masih ditemukan tantangan berikut ini:

 

  1. Masih ada nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti melakukan pemboman ikan di daerah pesisir pantai.
  2. Terbatasnya sarana alat tangkap yang digunakan oleh nelayan seperti perahu
  3. Belum terjangkaunya informasi yang berkaitan dengan regulasi/peraturan perundang undangan, keputusan menteri dan jaminan sosial kepada masyarakat nelayan.
  4. Terbatasnya sarana perikanan lainnya misalnya tempat pelelangan ikan, pabrik es, perusahan pengolahan hasil tangkapan dan gudang pembekuan.
  5. Kesadaran nelayan dalam menjaga ekosistem laut masih rendah

 

Yayasan Tananua Flores

Tananua Flores merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan di Waingapu Sumba Timur pada tanggal 11 September 1985, oleh alm. Nelson Sinaga, Ibu Roslin Dine Manabung dan Huki Rada Ndima. Yayasan Tananua Flores berbasis di Kabupaten Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Hadirnya Yayasan Tananua merupakan wujud keprihatinan dan kepedulian  terhadap kondisi kemiskinan dan degradasi lingkungan di daerah hulu kabupaten Sumba Timur secara khusus dan propinsi Nusa Tenggara Timur umumnya.

Visi Kesejahteraan lahir batin adalah hak dan tujuan semua manusia (Laki-laki & perempuan), kesejahteraan tersebut diperoleh bukan karena pemberian orang lain tetapi berkat hasil usaha manusia (masyarakat) itu sendiri bersama orang lain.

Misi Mendampingi masyarakat yang masih tertinggal untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengungkapkan pikiran, pendapat dan sikap secara mandiri.

Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan mengembangkan swadaya masyarakat.

Tananua Flores adalah sebuah badan hukum yang bersifat independen dan tidak berafiliasi pada kelompok, partai dan golongan tertentu.

Prinsip pengembangan program:

  • Keswadayaan masyarakat.
  • Keterbukaan dan kekeluargaan.
  • Tinggal bersama masyarakat.
  • Mulai dari apa yang ada dan dimiliki masyarakat.
  • Uji coba oleh petani/nelayan dalam skala kecil.
  • Penyuluhan dari petani ke petani.
  • Mengutamakan kaum marginal pedesaan.

Legalitas:

  • Akta Notaris No 06, tanggal 09 Nopember tahun 2009 oleh Klemens Nggotu,SH
  • Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. AHU-795.AH.01.04. IN 2010 Program Berkarya di Kabupaten Ende sejak tahun 1989 dan saat ini sudah bekerja pada 103 desa pada 15 wilayah Kecamatan. Dengan pendekatan “Uma, Sao, Rega” (Kebun, Rumah dan Pasar) dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM), memfasilitasi petani melalui program:

Penghidupan Berkelanjutan

  • Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan (Konservasi Tanah dan air, pengembangan tanaman pangan local, tanaman umur panjang, hutan keluarga, pupuk dan pestisida organic, konservasi mata air).
  • Kesehatan Primer (obat tradisional, posyandu, makanan lokal untuk pengembangan gizi, kesehatan reproduksi, penyakit rakyat, air bersih, kesehatan Ekonomi Kerakyatan (Koperasi, Usaha Bersama Simpan pinjam).
  • Penguatan institusi petani dan Tananua (SDM personalia, managemen organisasi, manajemen keuangan, usaha swadana lembaga).

Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Untuk program pengelolaan sumber daya kelautan dan Perikanan, Yayasan Tananua Flores bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari yang bermitra dengan Blue Ventures.

Kerjasama kemitraan dan Jaringan

Yayasan Pesisir Lestari: https://www.pesisirlestari.org/

Pesisir Lestari adalah organisasi konservasi berbasis di Bali yang bertujuan mendorongkan pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan melestarikan ekosistem laut yang berkelanjutan untuk generasi masa depan. Bermitra dengan Blue Ventures, organisasi konservasi laut yang berbasis di Inggris, kami membangun kemitraan dengan 12 organisasi lokal yang bekerja sama dengan masyarakat pesisir di 9 provinsi di Indonesia.

Blue Ventures: https://blueventures.org/

Blue Ventures mengembangkan pendekatan transformatif untuk mempercepat dan mendukung konservasi laut yang digerakkan secara lokal. Blue Ventures bergerak di wilayah tropis pesisir, di lokasi-lokasi di mana laut menjadi hal yang sangat penting bagi budaya dan perekonomian setempat, serta berkomitmen untuk melindungi keanekaragaman hayati dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat pesisir. Model Blue Ventures memainkan peran sangat penting dalam membangun kembali perikanan skala kecil, dengan memberikan pendekatan yang efektif dan dapat direplikasi untuk mengembalikan keanekaragaman hayati yang hilang, meningkatkan ketahanan pangan dan membangun ketahanan sosio-ekologis terhadap perubahan iklim.

 

Kontak:

Yayasan Tananua Flores: Bernadus Sambut ytananuaflores@gmail.com & Pius Jodho piusjodho89954@gmail.com

Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures: Indah Rufiati indah@pesisirlestari.org & Made Dharma dharma@pesisirlestari.org

PRESS RELEASE PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT Read More »

Kreativitas Masyarakat Desa Sebagai Upaya Keberlanjutan

Salam Pemberdayaan !

“Upaya pendampingan  terhadap masyarakat desa melalaui kelompok kerajinan tangan bukan sekedar sebuah hal untuk menjalankan tugas pendampingan  terhadap masyarakat tetapi bagaimana kita bisa bertanggungjawab untuk keberlanjutan  usahan yang sedang mereka perjuangkan”

 

Mengenal Marme,Tenun dari desa Kolikapa dan Kursi Rotan dari  desa Kebirangga Selatan

Marme di kenal sebagai salah satu produk  kerajinan tangan dari Desa kolikapa. Sejak tahun 2019 hingga 2021  Produk ini terus di kembangkan oleh salah satu kelompok usaha di desa kolikapa. Bukan saja minyak Marme tetapi kelompok usaha ini juga mengembangkan tenun ikat. Usaha kerajinan tangan ini tidak hanya di Desa Kolikapa tetapi  juga ada di desa Kebirangga selatan. Disana kelompok tani ini mengembangkan usaha kerajinan tangan dengan memanfaatkan bahan baku dari Rotan untuk membuat Kursi,meja dan lain-lain.

Memang kalau dilihat Jenis usaha yang di kembangkan oleh kelompok tani ini membuahkan nilai ekonomis yang  sangat tinggi jika semua itu di manfaatkan dan di kembangkan secara baik. Namun hal ini menjadi berbeda jika Produksi meningkat dari kelompok tani  sedangkan respon pasarnya sangat menurun tentu ini menjadi sebuah tantangan.

Sekarang ini tantang terbesar dari seluru usaha petani baik itu kerajinan tangan maupun usaha komodi pertanian semuanya bergantung pada pasar. Peluang pasti ada namun struktur untuk mendukung agar produk yang di hasilkan mempunyai nilai ekonomis butuh kerja keras.

Dari kedua desa yang disebutkan di atas kelompok tani yang mengembangkan usaha kerajinan tangan mengalami berbagai kendala baik itu alat teknologi, permodalan maupun akses pasar.

Yang di alami oleh kelompok tani dari kedua desa tersebut adalah ketersedian akses pasar.  Bukan hanya itu namun ada beberapa factor yang menjadikan produk petani di desa kala bersaing di dunia pasar modern. Realitasnya Usaha kelompok tani pengrajin terus berjalan walupun dengan nilai ekonomis pas-pasan. Ada beberapa penunjang usaha yang perluh di damping pemerintah maupun lembaga swasta lainnya, diantarannya perizinan, hak penciptaan maupun pengujian di Balai POM. Semuanya itu menjadi factor pendukung dalam memajukan usaha kelompok. Semangat petani dalam membangun usaha produksi sudah ada tinggal factor penunjang dan pendampingan Rutin oleh unsur yang berkepentingan.

Dari gambaran singkat di atas sebenarnya kelompok yang ada di dua desa tersebut sangat membutuhkan unsur penunjang agar hasil karya dari kelompok dapat membantu meningkatkan ekonomi rumah tangga mereka.  Saat ini pendampingan Rutin dari Staf tananua Flores sudah ada, produktifitas dan keterampilan petani sudah mulai di bangun, memasarkan produk lewat pasar di desa sudah perlahan di jalankan hanya Peningkatan nilai eknomisnnya masih sangat minim bahkan tidak ada.

Dampak Covid 19

Situasi dunia saat ini sedang mengguncang dengan pandemic wabah virus corona. Dan kondisi itu sangat mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat. Dengan pandemic ini seluruh aktivitas masyarakat menjadi terbatas, bahkan mengacam nyawa. Hal ini juga terganggu usaha-usah produktif yang ada di desa-desa. Kelompok-kelompok usaha yang ada di desa-desa tentu sangat terpukul dengan kondisi ini. Namun Masyarakat yang telah tergabung dalam kelompok usaha petani tidak tinggal diam. Mereka terus bergerak untuk mempertahankan hidup bekerja dan berwirausaha demi menghadipi gelombang massif pandemic covid 19.

Dan jangan sampai covid 19 ini akan terus memperlemah seluruh aktivitas ekonomi, kelompok tani di desa harus mempunyai harapan untuk bangkit dan mengembangkan kembali usaha produktif.  Pandemi covid 19 ini bukan saja mengancam kelompok tertentu  melainkan semua masyarakat di dunia ini.

Pandemi Covid 19 bukan membuat semangat berkelompok mundur namun harus mulai bangkit untuk melakukan sesuatu. Sambil menunggu kapan perang  melawan covid ini berakhir maka  semangat masyarakat desa  harus di bangun untuk Merintis berbagai bentuk kegiatan  peningkatan ekonomi.

Kedua desa tersebut antara kolikapa dan Kebirangga selatan saat ini tentu dalam melakukan aktivitas tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai ketentuan dan arahan pemerintah. Mentaati Protokol kesehatan itu tentu menjadi gerakan bersama untuk pemutusan matarante Penyebaran wabah Covid 19. Dan tugas utama pendamping di desa adalah terus membangun edukasi dan pemahaman agar kesehatan masyarakat tetap terjaga dan bisa keluar dari bencana yang ada. Wabah COVID 19 ini juga mengancam hubungan social kemasyarakatan. Semula hubungan social berjalan dengan baik antar yang satu dengan lainnya, sekarang dengan pandemi Covid 19 ini semuanya menjadi terbatas. Di bidang Pendidikan, bidang pertanian dan bidang pariwisata semuanya terganggu.

Ancaman Covid 19  telah menambah pekerjaan baru bagi Kelompok usaha yang ada di desa yakni bagaimana strategi pemasaran  yang perluh di lakukan dalam menghadapi  situasi dunia baru saat ini.

Persoalan serius yang dihadapi oleh kelompok  adalah pemasaran bersama  atau Pasar yang bisa mengakses produk dari kelompok yang ada di desa. Saat ini kedua desa yang di sebut di atas  menjadi salah satu  desa dampingan Yayasan Tananua Flores. Dan Dorongan Tananua adalah menjadikan Kelompok usaha yang ada di desa mempunyai produk unggulan , sehingga potensi yang ada di Desa bisa membantu peningkatan ekonomi keluarga.  Dan yang kondisi saat ini Sarana pemasaran masih menjadi kendala sehingga butuh  diperhatikan secara serius, agar dapat mengakomodir hasil usaha dari masyarakat desa. Akses informasi pasar  bagi masyarakat sangat sedikit dan ini tidak mungkin menjadi peran masyarakat untuk berpikir, tentunya pihak pemerintah agar secepatnya membuka isolasi yang sedang membalut masyarakat.

Mewujudkan kemandirian ekonomi di desa.

Mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat memang membutuhkan proses yang berkelanjutan agar ketahanan ekonomi lebih kuat dan masyarakat mengalami perubahan dari waktu-kewaktuharus, dan untuk mencapai itu sehingga masyarat untuk menghantar masyarakat menuju kepada titik kesejahteraan tentu pembangunan yang ideal membutukan modal dan kerjasama serta dukungan dari berbagai pihak.   Sebab, dari rekam jejak lembaga Yayasan Tananua Flores sudah bekerja dengan desa sudah sangat lama yaitu dari desa yang satu ke desa lainnya di kabupaten Ende.

Yayasan Tananua Flores-Ende (YTNF) merupakan sala satu Lembaga swadaya Masyarakat yang masih konsisten selama 30 tahun mendampingi masyarakat desa melalui pendekatan pemberdayaan berbasis swadaya.

Dalam proses pendampingan melalui bidang kerja ekonomi kemasayrakatan sebagai pintu masuk pendekatan menggali potensi yang masyarakat Konsep itu sebagai pintu masuk agar Tananua bisa mulai mendamping masyarakat sesuai dengan tujuan pemberdayaan.

Kondisi yang ada saat ini terdapat sejumlah kelompok produktif yang fokus pada bidang usaha bersama seperti yang telah disebutkan diatas.

Kelompok usaha bersama ini dirintis oleh masyarakat sendiri setelah melalui proses pendekatan fasilitator  Tananua Flores dengan masyarakat  itu sendiri sehingga kesadaran yang dibangun adalah kesadaran masyarakat bukan atas desakan oleh pihak luar.

Tahapan yang dilakukan yaitu dengan pengorganisasian wadah, bisnis plane dan mekanisme kelompok usaha serta pemasaran, dan tahapan ini  adalah bagian dari tugas fasilitator.

Beberapa kelompok yang disebutkan diatas telah sampai pada tahapan pemasaran, meski saat ini sedang mengalami berbagai kondisi eksternal. Beberapa kondisi eksternal yang membuat produktifitas menurun  adalah pandemi covid 19 yang mengancam kestabilan pemasaran hasil prodak petani.

Keberlanjutan sebagai target utama

Merawat kebersamaan merupakan sebuah perkara besar oleh siapapun dan lembaga manapun yang berperan pada komunitas atau obyek tertentu. Seringkali menyuarakan tentang keberlanjutan menjadi sebuah diplomasi yang berujung pada janji. Hal ini menggambarkaan ada banyak kisah kebersamaan yang tidak bersifat keberlanjutan.

Membangun wadah ekonomi masyarakat atau komunitas bukanlah sebuah perjuangan yang mudah, melainkan sebuah pertaruhan identitas “fasilitator” dengan masyarakat /komunitas yang kita geluti. Kepercayaan bagi masyarakat adalah sebuah modal yang membekas pada nalar individu untuk memastikan komitmen yang disebut dengan keberlanjutan. Sebagai fasilitator, tentu kita menginginkan sebuah perubahan yang terjadi pada masyarakat namun kita juga membutukan peran yang luas dari pihak lain agar sama-sama berjuang memperbaiki ekonomi masyarakat.

Kendala yang dialami oleh kelompok dampingan tananua flores seperti yang diceritakan diatas berpotensi mengancam dan penyebab keberlanjutan wadah ekonomi masyarakat yang sedang dirintis. Hal tersebut harus menjadikan sebuah kesadaran dan reflektif bersama bagi kita semua agar dapat menemukan solusi bersama yang bermuara pada pencegahan dan mengatasi solusi bersama.

Bila kita menempatkan target keberhasilan pada skala kuantitas maka poin pencapaian mungkin telah kita lewati karena telah menghasilkan banyak wadah ekonomi yang terlahir dari pelosok desa. Contoh lainya adalah sejak tahun 2007 desa-desa di NTT sedang dihebokan dengan kelompok ekomomi yang digalang oleh pemerintah daerah, sebut saja program anggur merah dan sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga, lalu secara nasional di luncurkan ke desa-desa di indonesia dengan sebutan program Mandiri ( PNPM )  desa dan yang paling terbaru adalah Badan usaha milik desa ( BUMDes).

Desa ibaratkan gadis cantik yang diperbutkan oleh berbagai pihak lalu dibuatkan menjadi sesuatu yang berujung pada pertanyaan bagaimana dengan keberlanjutan ?’ . Apakah luka yang sama ini terus melukai komunitas desa yang utuh ?. ini adalah pertanyaan menantang bagi kita dan harus berani mewujutkan kepercayaan bagi masyarakat desa terkait perubahan.

Pada tahapan kuantitas ada baiknya kita tempatkan pada bagian teknis menjalankan tugas baik sebagai fasilitator desa dari pihak LSM maupun dari pihak pemerintahan dan lembaga sosial lainnya, ada baiknya kita menempatkan keberlanjutan sebagai sebuah tanggung jawab kita, tanggung jawab moril kepada masyarakat menuju titik perubahan yang hendak kita inginkan.

Skema keberlnjutan yang hendak diharapkan oleh masyarakat atau kelompok ekonomi yang telah ada, yaknik kepasitian pasar. Kepastian pasar adalah keinginan dari setiap produsen . kepastian pasar yang dimaksudkan adalah wadah yang bisa mengakomodir usaha dan karia mereka untuk percepatan perputaran menuju konsumen, hal ini yang harus diperhatikan secara bersama.

Pelaku usaha, sebut saja masyarakat kelompok dampingan kita saat ini hanya mampu berpikir dan berusaha bagaimana bisa menghasilka barang  yang mereka kerjakan. Ini adalah realita yang sangat realistis dengan kondisi komunitas masyarakat desa. Akan sedikit bertentang bila kita mengoptimalkan pengetahuan bagi masyarakat desa pada bidang analisa pasar dan harga. Bahkan menciptakan pasar. Sebab tingkat pemahaman mereka tidak bisa menjangkaui pada level itu, Inilah yang menjadi persoalan dasar sehingga kelompok ekonomi di desa seringkali gagal total.

Analogi yang rilevan dalam konteks diskusi dan analisa pemasaran akan sedikit tepat bila diberikan pada pelaku usaha yang memiliki bekal usaha melalui pengalaman dan pendidikan formal. Hal tersebut belum tentu tepat secara pelaksanaan bila metode pembelajarannya kurang cocok . analogi tersebut tidak bermaksud untuk menggagalkan ide kita dan membasi proses doktrinasi ilmu ekonomi bagi masyarakat kita, namum kita diajak melihat dan berpikir secara holistis agar fokus target bimbingan kita atau kelompok dampingan bisa bertahan dan berkelanjutan.

Bila kita telah memilahkan peran kelompok ekonomi masyarakat pada tahapan produksi dan menejemen organisasi akan lebih kuat dan efektif, lebih dari itu peran pendamping dan pihak lain untuk terus berjuang bagaimana menyiapkan pasar yang pasti bagi petani kita untuk bisa mengakomodir karya dan usaha yang sudah diupayakan. Ini adalah rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak untuk sama- sama menjalankan tanggung jawab kita terhadap keberlanjutan kelompok ekonomi yang ada di desa.

RANTAI PEMASARAN

Praktek pasar pada skala global telah memperdebatkan soal pasar yang adil bagi masyarakat belahan dunia ketiga. Gerakan ini dilakukan oleh lembaga gereja dan LSM dari negara eropa sejak tahun 1940-an ( sumber: website fairtrade labeling Orgnitazion International). Gerakan tersebut bertujuan melakukan label produk dari konsumen yang belum terjual pada pasar umum saat itu, karena praktek pasar disimpulkan bahwa tidak adil.

Kita diajak membayangkan bagaimana menciptakan terobosan baru terkait menjawabi kecenderungan pelaku ekonomi tingkat desa atau kelompok ekonomi dampingan  di desa untuk membuat sebuah kepastian pasar.

Kepastian pasar bagi masyarakat yang telah dilembagakan akan lebih tepat karena individu yang telah diorganisir dalam sebuah wadah yang legal. hal ini juga selain berpotensi pada keberlanjutan dan semangat usaha masyarakat yang hakiki juga akan berpotensi pada pencegahan praktek pasar yang tidak adil. Praktek pasar yang tidak adil dari sisi harga yang seringkali selalu berpihak kepada pembeli bukan berpihak kepada produsen, karna terlalu benyak rantai pasar yang diciptkana oleh masyarakat itu sendiri, salah satu contoh rantai pasar adalah para tengkulak yang sangat jelas menciptakan  praktek sistim ijon, dengan cara pembeli berusaha untuk menciptakan keteragantungan bagi penjual barang dengan cara memberikan pinjaman modal kepada penjual /pemilik barang. Praktek tersebut telah menjadi pola dalam dunia pasar hari ini sehingga pemilik barang sering kali tidak mendapatkan harga yang seimbang dengan usaha yang telah dikerjakan.

Model tersebut jangan dibiarkan dan ditumabuhkan dalam komunitas masyarakat karena selain menciptakan pasar yang tidak adil, juga akan menciptakan pola yang membudaya. Upaya pencegahhan salah satunya yaknik bagaimana menciptakan pasar yang teap bagi kelompok ekonomi masyarakat desa.

Sebagai akhir dari ulasn ini, mari kita bersama sama untuk Menghidupkan wadah ekonomi masayarakat desa, merawat keberlanjutan dimasa pandemi juga mutuskan rante pemasaran yang berpotensi pada fairtrade.

Sekian sajian.

Oleh : Anselmus Kaki Reku

Kreativitas Masyarakat Desa Sebagai Upaya Keberlanjutan Read More »

Translate »