Yayasan Tananua Flores Perkuat Kemitraan Melalui Aliansi Bumi Kita

 

Lombok, 1 November 2024 – Yayasan Tananua Flores terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dengan bergabung dalam Aliansi Bumi Kita (ALIBI). Kolaborasi ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat jaringan kerja sama lintas mitra di Indonesia, khususnya dalam bidang konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Konsolidasi Mitra di Lombok

Pertemuan ALIBI yang berlangsung di Lombok, Mataram, menghadirkan tujuh organisasi masyarakat sipil (CSO) dari berbagai wilayah di Indonesia, antara lain Yayasan Planet Indonesia, Japesda-Gorontalo, KKI, AKAR, Yayasan Tananua Flores, Tolitoli Labengki Giant Clam Conservation (TLGC), dan JARI.

Agenda utama pertemuan ini adalah pembentukan struktur organisasi Aliansi Bumi Kita, termasuk Badan Pengawas dan Badan Pengurus untuk periode 2025-2029. Selain itu, anggota ALIBI menunjuk tiga Koordinator Bidang untuk mendukung implementasi program, menetapkan goal dan kerangka logis (logframe) program untuk periode 2025-2026, serta menyusun langkah konkret menuju Deklarasi Aliansi Bumi Kita.

Visi Bersama untuk Kelestarian Lingkungan

Aliansi Bumi Kita bertujuan membangun sinergi antarorganisasi untuk menjawab tantangan lingkungan yang kian mendesak. Kolaborasi ini menitikberatkan pada konservasi alam, pemberdayaan masyarakat, dan pemanfaatan sumber daya secara bijak, terutama di wilayah terdampak seperti Nusa Tenggara Timur.

Kerja sama ini juga menjadi upaya kolektif untuk mempercepat implementasi program pelestarian lingkungan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan jaringan yang lebih solid, Aliansi Bumi Kita berharap dapat menciptakan dampak nyata yang selaras dengan kebutuhan lingkungan dan sosial-ekonomi.

Harapan ke Depan

Melalui jaringan Aliansi Bumi Kita, Yayasan Tananua Flores dan mitra lainnya diharapkan dapat mendorong pembentukan komunitas yang lebih sadar lingkungan. Selain itu, aliansi ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta menjaga ekosistem pendukung kehidupan.

Konsolidasi lintas organisasi ini menjadi langkah penting dalam memperkuat kerja sama demi mewujudkan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan visi menjaga bumi Indonesia agar tetap lestari, Aliansi Bumi Kita optimis dapat menciptakan perubahan nyata untuk generasi mendatang.

Oleh : Heri Se

 

 

Yayasan Tananua Flores Perkuat Kemitraan Melalui Aliansi Bumi Kita Read More »

Pelepasan Pelampung penutupan

Siaran Pers  : Penutupan sementara Lokasi tangkap Gurita di Desa kotodirumali kecamatan Keo tengah kabupaten  Nagekeo

Kegiatan Sosiasliasi Implementasi Penutupan
Kegiatan Sosialisasi Implementasi Penutupan

Siaran Pers 

Penutupan sementara Lokasi tangkap Gurita di Desa kotodirumali kecamatan Keo tengah kabupaten  Nagekeo 

Nagekeo  10 Juni 2022 |  Kawasan konservasi perairan laut merupakan kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola dengan sistem zonasi dengan untuk tujuan menjaga kelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.  Dalam mengelola ruang laut model konservasi dilakukan melalui system buka tutup lokasi tangkap. Desa Kotodirumali ditentukan menjadi pelaksana penerapan sistem buka tutup ini. Secara topografis desa Kotodirumali letaknya berada di wilayah selatan kabupaten Nagekeo, memiliki wilayah laut dan bentang alam  yang cukup luas, dengan jarak tempuh dari Kota ke desa kurang lebih 2,5 jam. 

Pada awal pelaksanaan program, Yayasan Tananua Flores bersama kelompok nelayan gurita bersama pemerintah desa Kotodirumali dan pemerintah kecamatan Keo tengah menerapkan sistem buka tutup lokasi tangkap.  

Dalam menjaga kelestarian serta pemanfaatan  Sumber daya alam di wilayah desa kotodirumali , Pemerintah desa dan Para nelayan yang didampingi Yayasan Tananua Flores Membentuk kelompok pengelola perikanan secara berkelanjutan.  Kelompok tersebut dinamai LMMA (Locally Managed Marine Area )  yang berada di dua desa yaitu desa Kotodirumali dan Desa Podenura kecamatan keo tengah dan kecamatan Nangaroro, kabupaten nagekeo  Nusa Tenggara Timur. 

LMMA merupakan kelompok kerja yang mengelola wilayah kelautan secara lokal dengan mengorganisir para nelayan untuk menjaga ekosistem, mengawasi pelaksanaan sistem buka tutup area tangkapan gurita, menjalin kerjasama dengan mitra untuk upaya-upaya pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan di wilayah Kecamatan Keo tengah.

Penerapan buka tutup lokasi tangkapan gurita desa kotodirumali yang dilaksanakan sedikit berbeda dengan tempat-tempat lain seperti di Arubara, Maurongga dan Ndori. Di desa kotodirumali, Pemerintah desa, nelayan dan Kelompok LMMA bersepakat untuk penutupan semua jenis komoditas laut sementara di lokasi lain penutupan hanya satu jenis komoditas saja yaitu Gurita. 

Alasan utama melakukan penutupan semua jenis komoditas yang ada di laut, bahwa dari persentase produksi sudah mulai menurun serta berat juga mulai menurun ( Gurita). Selain itu juga, lokasi tersebut dilihat terlalu bebas dan banyak sekali nelayan penangkap dari Luar kabupaten Nagekeo. 

Bentangan Lokasi yang akan di tutup  ada 2 yaitu mulai dari perairan Daja sampai ke perairan Bengga. Jarak antara Daja dan bengga diperkirakan ± 10 km , artinya lokasi yang dilakukan penutupan cukup luas. 

Acara seremonial adat untuk Penutupan sementara lokasi Tangkap Nelayan di desa Kotodirumali

Penutupan Area Tangkapan 

Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan di wilayah NTT khususnya di kabupaten Ende. Sementara itu untuk Kabupaten Nagekeo akan dimulai dari desa Kotodirumali kecamatan Keo Tengah.  Masyarakat dan para nelayan menutup sementara 2 area penangkapan yaitu di perairan Daja dan area Bengga.

Penutupan sementera ini  selama 3 bulan dan mulai  dari tanggal 10 juni 2022 dan dibuka kembali pada bulan 10 september 2022. Penutupan sementara ini adalah bagian dari proses pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat yang masyarakat sebagai pelaku utama.

Di sisi yang lain penutupan sementara ini bagian dari konservasi ekosistem laut serta memberikan waktu dan tempat bagi gurita berkembang biak, bertelur dan tumbuh lebih besar. Gurita spesies Octopus cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 18 bulan.

Jenis  spesies Octopus Cyanea ini khusus untuk gurita betina dewasa mampu bertelur 150 ribu sampai 170 ribu telur dan merawatnya sampai menetas.  Selain itu Octopus Cyanea diyakini bertelur sepanjang tahun dengan periode pemijahan puncak selama bulan Juni dan Desember.

Dengan siklus hidup gurita Octopus Cyanea yang singkat, penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan. Harapannya ketika dibuka gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih. Tidak hanya pada produksi meningkat tetapi dari sisi lingkungan juga mulai terjaga  dengan baik. 

Data Gurita 

 Proses pendampingan di wilayah Nagekeo dimulai sejak September 2019 khususnya desa kotodirumali dan desa Podenura.  Pendampingan desa tersebut merupakan hasil kerjasama YTNF, Yayasan Pesisir Lestari dan mitra Blue Ventures. Lembaga-lembaga ini merintis program pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat.

Program itu lahir karena adanya degradasinya sumber daya pesisir dan laut akibat perilaku manusia. Penyebabnya adalah terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan.

Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut ditunjukkan dengan adanya perilaku pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir dan batu hijau yang berlebihan, serta penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem laut seperti karang.

Di Site Nagekeo , Kotodirumali dan Podenura Tananua Flores Menempatkan tenaga pendamping dan tenaga pendataan ( Enumerator) untuk melakukan Pendataan terhadap Gurita hasil tangkapan nelayan dan tenaga tersebut diambil dari masyarakat di desa itu.  Data gurita  yang dikumpulkan memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Nagekeo sangat  menjanjikan.

Hasil pendataan gurita  September  2021 – maret 2022 oleh 19 nelayan, jumlah tangkapan gurita sebanyak 1874 kg dengan jumlah Individu gurita 1267 Ekor.  Kategori Gurita yang berukuran di atas 2 kg sebanyak 341 kg,  1-2 kg jumlahnya 1,396 kg dan di bawah  dari 1 kg 137 kg.

Total pendapatan nelayan gurita dari September 2021- maret 2022(pendapatan desa dari perikanan gurita) sebesar Rp 66,412,700 juta. Pendapatan gurita ini dihitung berdasarkan harga jual nelayan ke pengepul di desa dengan kisaran  harga gurita Rp 40 ribu-50 ribu/kg.

Terdapat 17 lokasi yang menjadi area tangkapan nelayan kodim. Lokasi terfavorit yang sering dikunjungi nelayan gurita yaitu Daja  94 trip dan Bengga sebanyak 22 trip. Lokasi ini masih berada di area pesisir yang dekat dengan pemukiman warga, sehingga banyak nelayan yang tangkap di daerah itu. 

Melepaskan Pelampung di titik lokasi Penutupan

Mitra LMMA 

Dalam Pelaksanaan kegiatan Penutupan sementara itu, kelompok LMMA di dampingi YTNF dengan Mitrannya YPL dan Blueventure, Pemerintah Desa, pemerintah Kecamatan Keo Tengah, Dinas KCD NTT, Dinas Perikanan dan kelautan kabupaten Nagekeo, Tokoh agama, tokoh masyarakat serta TNI dan Polsek Keo tengah, terlibat dalam menentukan lokasi yang perlu di konservasi dan dilestarikan. 

Upaya dilakukan oleh LMMA adalah  bersama mitra mulai pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ekosistem dan Hewani, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. 

Penerapan Buka tutup lokasi tangkapan gurita dan komoditas lainnya adalah sebuah Model pengelolaan perikanan yang partisipatif artinya  realisasinya konservasi wilayah tangkapan gurita akan berjalan apabila masyarakat terlibat secara langsung  dalam proses pengelolaan serta ikut mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. 

Siaran Pers  : Penutupan sementara Lokasi tangkap Gurita di Desa kotodirumali kecamatan Keo tengah kabupaten  Nagekeo Read More »

PRESS RELEASE PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT

Ende, Tananua Flores- Sejak tahun 2019 Yayasan Tananua Flores bekerjasama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures merintis sebuah program Pengelolaan Sumber daya Kelautan dan Perikanan berbasis masyarakat.

Program ini lahir karena melihat terjadinya degradasinya sumber daya pesisir dan laut disebabkan oleh perilaku manusia karena terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan.

Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut ditunjukkan dengan adanya perilaku pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir/batu hijau yang berlebihan.

Fokus dari program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuan program adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir. Pada Tahun 2019  Yayasan Tananua Flores (YTNF)  memulai program ini di Lingkungan Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende selatan dan di Desa persiapan Maurongga, Kecamatan Nangapanda.  Dan tahun 2021 YTNF (kami) memperluas wilayah pendampingan di Kecamatan Ndori (Desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori) dan di Desa Tonggo, Podenura (Kecamatan Nangaroro), Desa Kotodurimali Kecamatan Keo Tengah Kabupaten Nagekeo.

Sampai saat ini YTNF kami sedang dan akan mendampingi 36 nelayan di lingkungan Arubara yang sudah terorganisir dalam satu kelompok dengan nama Kelompok Nelayan gurita Arubara, 1 kelompok nelayan di Maurongga yang beranggotakan 13 orang nelayan, Kelompok Kerja Locally-Managed Marine Area (LMMA)/Wilayah Kelautan yang Dikelola secara Lokal di Lingkungan Arubara dan kelompok kelompok perikanan di wilayah Desa Podenura, Tonggo dan Kotodirumali di kabupaten Nagekeo dan 3 desa di Kecamatan Ndori.

Program Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ini adalah program baru bagi Yayasan Tananua Flores, tetapi dengan bimbingan teknis dari Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures, ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita. Kami memulai program dengan pendataan perikanan gurita berbasis masyarakat dimana masyarakat adalah pelaku utama pendataan. Dari data yang kami kumpulkan secara sensus (semua nelayan dan semua gurita hasil tangkapan didata setiap hari) memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende menjanjikan. Potensi perikanan gurita telah dimanfaatkan oleh nelayan di Lingkungan Arubara dan nelayan di Desa Persiapan Maurongga.  Hasil pendataan Gurita dalam periode Oktober 2019 – Mei 2021 terdata 59 nelayan gurita dengan jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 kg,  yaitu gurita dengan ukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg,  1-2 kg total tangkapan sebanyak 5.876 kg dan di bawah 1 kg 190 kg. jumlah total  individu gurita yang di tangkap sebanyak 5.652 ekor. Dengan rincian gurita betina 2.844  ekor, dan jantan sebanyak 2.808 ekor. Total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) yaitu Rp170.693.250 (seratus tujuh puluh juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah) dengan rincian per tahun 2019 (Oktober-Desember) sebanyak Rp75.420.000 (tujuh puluh lima juta empat ratus dua puluh ribu rupiah) dengan harga gurita Rp40.000/kg. Pada Tahun 2020 terjadi penurunan  harga gurita per kg menjadi Rp 15.000 – Rp20.000 sehingga total pendapatan di tahun 2000 (Januari – Desember) adalah Rp68.495.250 (enam puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) dan di tahun 2021 kisaran harga gurita Rp20.000/kg, total pendapatan nelayan  tahun 2021 (Januari – Mei) adalah Rp26.778.000 (dua puluh enam juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah).

Terdapat 69 fishing site atau lokasi yang menjadi area tangkapan nelayan. Lokasi memancing nelayan  Arubara dengan jumlah tangkapan yang paling tinggi di lokasi Ngalupolo sebanyak 1.079,5 kg, Wolo topo 879,5 kg dan yang paling rendah adalah lokasi tangkapan Loworongga dengan jumlah hasil tangkapan 4 kg. Dengan total tangkapan selama periode oktober 2019 – mei 2021 sebanyak 8.117 Kg.  Hasil tangkapan nelayan di Maurongga pada periode yang sama sebanyak 1.242,45 kg. dengan jumlah tangkapan paling tinggi di lokasi Mau rongga sebanyak 1.014,75 Kg, lokasi tangkap Nangalala 83,7 Kg sedangkan lokasi dengan tangkapan paling rendah di Nagakeo 13,5 Kg.  Lokasi terfavorit yang sering dikunjungi nelayan gurita Arubara yaitu Mauwaru, ada 47 orang nelayan sebanyak 104 trip dan lokasi favorit lainnya yang  dikunjungi nelayan yaitu Wolotopo 40 nelayan dengan 104  trip dan lokasi yang paling jarang didatangi yaitu Mbomba oleh 1 orang nelayan dan 1 kali trip. Sedangkan Lokasi terfavorit nelayan Maurongga adalah lokasi tangkap maurongga yang dikunjungi oleh 7 nelayan dengan 218 trip. Para nelayan biasanya menggunakan alat tangkap yang berbeda. Data menunjukkan bahwa hasil tangkapan menggunakan alat pancing 4.101 ekor, menggunakan pocong saja 1.232 ekor, pocong dan pancing 151 ekor, menggunakan ganco 154 ekor,  dan menggunakan baka besi 14 ekor.

 

Melihat potensi perikanan gurita yang sangat besar ini maka kami mulai melakukan pendampingan, penguatan kapasitas masyarakat nelayan, pembentukan dan organisasi nelayan serta membangun kerjasama dengan berbagai stakeholder di Kabupaten Ende, Nagekeo dan Pemerintahan Provinsi NTT.

Kegiatan – Kegiatan yang dilakukan adalah:

    1. Survey desa, membuat profil desa dan nelayan gurita, sosialisasi program,dan rencana kerja yang disepakati bersama dengan nelayan di desa,  sharing pembelajaran bersama nelayan ataupun mitra.
    2. Membuat profil perikanan gurita.
    3. Pelatihan masyarakat pendata.
    4. Pendataan gurita dan presentasi umpan balik data (data feedback session) perikanan gurita serta pemetaan lokasi tangkap gurita.

Pendataan gurita dan feedback data sangat membantu nelayan dalam mengetahui potensi dan pendapatan nelayan gurita serta potensi pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan.

    1. Pemetaan rantai pasokan dan rantai nilai perikanan gurita.
    2. Pembentukan dan penguatan organisasi nelayan melalui berbagai pelatihan dan sosialisasi.
    3. Membangun kerja sama kemitraan.

 

Penutupan Sementara Perikanan Gurita Octopus cyanea

Tahun 2020, Yayasan Tananua Flores bersama nelayan dari Arubara dan Maurongga melakukan kunjungan belajar tentang pengelolaan perikanan gurita berbasis masyarakat di Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Kunjungan belajar ini memperkuat pemahaman dan merubah pola pikir, cara menangkap dan sistem pengelolaan perikanan gurita yang selama ini dilakukan oleh para nelayan di Arubara dan Maurongga. Kunjungan  ini juga telah berpengaruh positif kepada masyarakat di Lingkungan Arubara yang memberikan respons positif untuk pembentukan kelompok LMMA dan pengelolaan perikanan gurita berupa penutupan sementara selama 3 bulan.

Penjualan gurita ke pedagang pengumpul selama ini dengan sistem timbang, dibayar per kg. Semakin berat gurita maka harganya semakin tinggi juga. Hal inilah yang memotivasi nelayan untuk tidak menangkap gurita kecil yang beratnya di bawah 0,5 kg, membiarkannya tumbuh lebih besar baru kemudian ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.

Yayasan Tananua Flores juga telah memfasilitasi terbentuknya kelompok LMMA. Kelompok ini yang akan mengorganisir para nelayan untuk menjaga ekosistem, mengawasi pelaksanaan sistem buka tutup area tangkapan gurita, menjalin kerjasama dengan stakeholder untuk upaya-upaya pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan di wilayah Arubara.

Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021 dimana masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola dan Tengumanu. Area penutupan sementara seluas 7,52 Ha. Pembukaan area tersebut akan dilakukan tanggal 29 Oktober 2021. Tujuan penutupan sementara perikanan gurita selama tiga bulan adalah sebagai pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat serta untuk memberikan waktu dan tempat bagi gurita untuk tumbuh lebih besar dan untuk bertelur/berkembang biak karena gurita dalam hal ini spesies Octopus cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 12 bulan (Herwig et al. 2012). Gurita dewasa betina mampu bertelur 150.000 – 170.000 telur dan merawatnya sampai menetas. Octopus cyanea diyakini bertelur sepanjang tahun dengan periode pemijahan puncak selama bulan Juni dan Desember di Tanzania (Guard dan Mgaya, 2015).

Dengan siklus hidup gurita Octopus cyanea yang singkat, penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan, sehingga harapannya ketika pembukaan penutupan sementara, gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih.

Proses penutupan area ini dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama kelompok LMMA, para nelayan yang didukung oleh stakeholder seperti Bappeda Ende, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Ende, Nagakeo dan Ngada, Kesyahbandaran, Camat Ende Selatan, Lurah Tetandara dan Babinsa Kelurahan Tetandara.

Selain itu Yayasan Tananua Flores juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Ende melalui Puskesmas Nangapanda, Ndori dan Rukun Lima untuk program kesehatan dasar seperti pelatihan manajemen Posyandu bagi kader dan PKK, pemanfaatan pekarangan untuk gizi keluarga, latihan kader kesehatan tentang pendataan kesehatan dan respon darurat kesehatan, penyadaran gender dan pendampingan kelompok perempuan.

Dalam melakukan pendampingan masyarakat dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak terutama dalam hal perikanan dan kelautan guna memberikan pemahaman tentang pentingnya laut bagi kehidupan mendatang karena masih ditemukan tantangan berikut ini:

 

  1. Masih ada nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti melakukan pemboman ikan di daerah pesisir pantai.
  2. Terbatasnya sarana alat tangkap yang digunakan oleh nelayan seperti perahu
  3. Belum terjangkaunya informasi yang berkaitan dengan regulasi/peraturan perundang undangan, keputusan menteri dan jaminan sosial kepada masyarakat nelayan.
  4. Terbatasnya sarana perikanan lainnya misalnya tempat pelelangan ikan, pabrik es, perusahan pengolahan hasil tangkapan dan gudang pembekuan.
  5. Kesadaran nelayan dalam menjaga ekosistem laut masih rendah

 

Yayasan Tananua Flores

Tananua Flores merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan di Waingapu Sumba Timur pada tanggal 11 September 1985, oleh alm. Nelson Sinaga, Ibu Roslin Dine Manabung dan Huki Rada Ndima. Yayasan Tananua Flores berbasis di Kabupaten Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Hadirnya Yayasan Tananua merupakan wujud keprihatinan dan kepedulian  terhadap kondisi kemiskinan dan degradasi lingkungan di daerah hulu kabupaten Sumba Timur secara khusus dan propinsi Nusa Tenggara Timur umumnya.

Visi Kesejahteraan lahir batin adalah hak dan tujuan semua manusia (Laki-laki & perempuan), kesejahteraan tersebut diperoleh bukan karena pemberian orang lain tetapi berkat hasil usaha manusia (masyarakat) itu sendiri bersama orang lain.

Misi Mendampingi masyarakat yang masih tertinggal untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengungkapkan pikiran, pendapat dan sikap secara mandiri.

Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan mengembangkan swadaya masyarakat.

Tananua Flores adalah sebuah badan hukum yang bersifat independen dan tidak berafiliasi pada kelompok, partai dan golongan tertentu.

Prinsip pengembangan program:

  • Keswadayaan masyarakat.
  • Keterbukaan dan kekeluargaan.
  • Tinggal bersama masyarakat.
  • Mulai dari apa yang ada dan dimiliki masyarakat.
  • Uji coba oleh petani/nelayan dalam skala kecil.
  • Penyuluhan dari petani ke petani.
  • Mengutamakan kaum marginal pedesaan.

Legalitas:

  • Akta Notaris No 06, tanggal 09 Nopember tahun 2009 oleh Klemens Nggotu,SH
  • Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. AHU-795.AH.01.04. IN 2010 Program Berkarya di Kabupaten Ende sejak tahun 1989 dan saat ini sudah bekerja pada 103 desa pada 15 wilayah Kecamatan. Dengan pendekatan “Uma, Sao, Rega” (Kebun, Rumah dan Pasar) dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM), memfasilitasi petani melalui program:

Penghidupan Berkelanjutan

  • Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan (Konservasi Tanah dan air, pengembangan tanaman pangan local, tanaman umur panjang, hutan keluarga, pupuk dan pestisida organic, konservasi mata air).
  • Kesehatan Primer (obat tradisional, posyandu, makanan lokal untuk pengembangan gizi, kesehatan reproduksi, penyakit rakyat, air bersih, kesehatan Ekonomi Kerakyatan (Koperasi, Usaha Bersama Simpan pinjam).
  • Penguatan institusi petani dan Tananua (SDM personalia, managemen organisasi, manajemen keuangan, usaha swadana lembaga).

Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Untuk program pengelolaan sumber daya kelautan dan Perikanan, Yayasan Tananua Flores bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari yang bermitra dengan Blue Ventures.

Kerjasama kemitraan dan Jaringan

Yayasan Pesisir Lestari: https://www.pesisirlestari.org/

Pesisir Lestari adalah organisasi konservasi berbasis di Bali yang bertujuan mendorongkan pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan melestarikan ekosistem laut yang berkelanjutan untuk generasi masa depan. Bermitra dengan Blue Ventures, organisasi konservasi laut yang berbasis di Inggris, kami membangun kemitraan dengan 12 organisasi lokal yang bekerja sama dengan masyarakat pesisir di 9 provinsi di Indonesia.

Blue Ventures: https://blueventures.org/

Blue Ventures mengembangkan pendekatan transformatif untuk mempercepat dan mendukung konservasi laut yang digerakkan secara lokal. Blue Ventures bergerak di wilayah tropis pesisir, di lokasi-lokasi di mana laut menjadi hal yang sangat penting bagi budaya dan perekonomian setempat, serta berkomitmen untuk melindungi keanekaragaman hayati dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat pesisir. Model Blue Ventures memainkan peran sangat penting dalam membangun kembali perikanan skala kecil, dengan memberikan pendekatan yang efektif dan dapat direplikasi untuk mengembalikan keanekaragaman hayati yang hilang, meningkatkan ketahanan pangan dan membangun ketahanan sosio-ekologis terhadap perubahan iklim.

 

Kontak:

Yayasan Tananua Flores: Bernadus Sambut ytananuaflores@gmail.com & Pius Jodho piusjodho89954@gmail.com

Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures: Indah Rufiati indah@pesisirlestari.org & Made Dharma dharma@pesisirlestari.org

PRESS RELEASE PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT Read More »

Translate »