Program Kami

Program Sustainable Tananua Flores merupakan inisiatif pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada penguatan kapasitas komunitas lokal untuk mengelola sumber daya alam secara arif dan lestari. Program ini mendorong praktik pertanian ramah lingkungan, konservasi lahan dan air, peningkatan ketahanan pangan, serta pengurangan risiko bencana di wilayah pedesaan.

Melalui pendekatan partisipatif, Tananua Flores mendampingi kelompok tani, perempuan, dan generasi muda untuk merancang solusi yang sesuai konteks budaya dan ekologi lokal. Program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh generasi mendatang

Program Sustainable Tananua Flores

Program Perikanan Berbasis Masyarakat

Yayasan Tananua Flores, sebagai LSM lokal yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan, telah menjalankan berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem perairan serta memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan. Sejak berdiri pada tahun 1989, Tananua tetap konsisten dalam mendampingi masyarakat dengan visi program penghidupan berkelanjutan, baik di sektor pertanian maupun kelautan dan perikanan.

Hak Alam dan Hak Warga

Keterbatasan pengetahuan masyarakat  tentang pentingnya lingkungan hidup menyebabkan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak lingkungan. Akibatnya terjadi kerusakan hutan, hilangnya flora dan fauna, serta meningkatnya kemiskinan, terutama pada petani pedesaan.

Sistem perladangan tradisional dengan diversifikasi pangan terus menurun karena lahan pangan digantikan oleh tanaman komoditi berumur panjang untuk memenuhi tuntutan pasar. Penyempitan lahan mendorong masyarakat mencari area baru, termasuk kawasan hutan. 

Pengarusutamaan Adaptasi Perubahan Iklim

Yayasan Tananua Flores Mendorong sebuah pendekatan strategis untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan—mulai dari tingkat desa hingga nasional—secara sadar mempertimbangkan risiko dan dampak perubahan iklim. Program ini bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan dalam mengidentifikasi kerentanan, merencanakan tindakan adaptasi, serta menerapkan solusi berbasis pengetahuan lokal dan sains. 

Fokus Tananua

Pengelolaan Lingkungan & Sumber Daya Alam Partisipatif

1. Terlaksananya Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Partisipatif

  • Masyarakat terlibat langsung dalam pemetaan potensi desa, daerah rawan, dan wilayah konservasi.

  • Tersusunnya rencana pengelolaan hutan, air, tanah, dan ruang hidup berbasis kesepakatan bersama.

  • Penguatan peran lembaga adat, pemerintah desa, perempuan, dan pemuda dalam proses perencanaan.

2. Terlindunginya Kawasan Penting Ekologis Melalui Aturan Bersama

  • Penetapan zona lindung, hutan adat, sumber mata air, dan area konservasi melalui Peraturan Desa atau kesepakatan adat.

  • Pengembangan dan pelaksanaan sistem perlindungan seperti patroli masyarakat, monitoring, dan sanksi lokal.

  • Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap fungsi ekologis dan hak-hak alam.

3. Meningkatnya Kapasitas Masyarakat dalam Teknik Konservasi dan Restorasi

  • Pelatihan konservasi tanah dan air, agroforestri, budidaya ramah lingkungan, dan rehabilitasi lahan kritis.

  • Penerapan praktik-praktik konservasi di lahan pertanian dan kawasan penting desa.

  • Terbentuknya kelompok aksi lingkungan atau kader konservasi desa.

4. Terciptanya Sistem Pengelolaan Berkelanjutan yang Dapat Dijalankan Mandiri oleh Komunitas

  • Kelompok masyarakat memiliki SOP, struktur perlindungan, dan mekanisme pemantauan lingkungan.

  • Tersedia data desa (peta, inventarisasi, kalender musim, analisis risiko) sebagai dasar pengambilan keputusan.

  • Desa mampu mengelola sumber daya secara transparan, akuntabel, dan inklusif.

5. Menguatnya Kolaborasi antara Masyarakat, Pemerintah, dan Mitra Eksternal

  • Terbangun kerja sama multipihak untuk konservasi, pengelolaan air, serta perlindungan hutan dan wilayah adat.

  • Desa mampu mengakses dukungan teknis, pendampingan, atau skema pembiayaan dari pemerintah maupun swasta.

  • Meningkatnya peran kelompok pemuda dan perempuan dalam kegiatan perlindungan lingkungan.

6. Berkurangnya Kerusakan Lingkungan dan Meningkatnya Ketahanan Ekosistem Desa

  • Penurunan praktik merusak seperti pembakaran lahan, penebangan liar, dan penggunaan pestisida berlebihan.

  • Pemulihan fungsi ekosistem (ketersediaan air, kesuburan tanah, keanekaragaman hayati).

  • Desa lebih siap menghadapi risiko perubahan iklim dan bencana alam.

1. Terbentuknya Kelompok Masyarakat yang Solid dan Fungsional

  • Kelompok tani, perempuan, pemuda, atau adat terbentuk atau dihidupkan kembali.

  • Struktur kepengurusan jelas, tugas dan tanggung jawab terdistribusi.

  • Kelompok mampu melakukan pertemuan rutin, pengambilan keputusan, dan perencanaan bersama.

2. Meningkatnya Kapasitas Anggota Kelompok

  • Masyarakat memahami isu lingkungan, perubahan iklim, pertanian, dan hak-hak mereka.

  • Anggota terampil dalam perencanaan usaha, pengelolaan lahan, konservasi, dan mitigasi risiko.

  • Peningkatan kemampuan advokasi, komunikasi, dan pencatatan keuangan.

3. Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Desa dan Kelompok

  • Kelompok memiliki aturan internal, SOP, dan mekanisme kerja yang transparan.

  • Tersedia dokumen perencanaan (Rencana Kerja Kelompok, Rencana Pengelolaan Lahan, Rencana Ekonomi).

  • Tercipta hubungan kerja yang selaras antara kelompok, pemerintah desa, dan lembaga adat.

4. Penguatan Partisipasi dan Inklusi Sosial

  • Kelompok rentan (perempuan, pemuda, petani kecil) memiliki suara yang kuat dalam proses pengambilan keputusan desa.

  • Terbentuk ruang belajar bersama dan forum desa yang mendorong partisipasi setara.

5. Terwujudnya Inisiatif Berbasis Komunitas

  • Kelompok mampu merancang dan menjalankan kegiatan mandiri seperti konservasi, pengembangan usaha kelompok, atau perlindungan sumber daya alam.

  • Tumbuhnya kepemimpinan lokal yang pro-lingkungan dan berorientasi pada keberlanjutan.

6. Peningkatan Akses terhadap Sumber Daya dan Layanan

  • Kelompok mampu mengakses program pemerintah, layanan penyuluhan, dukungan permodalan, dan pasar.

  • Kelompok memiliki jejaring dengan pihak eksternal (NGO, koperasi, pemerintah daerah).

1. Terwujudnya Kebijakan Desa dan Daerah yang Mendukung Perlindungan Lingkungan & Hak Masyarakat

  • Adanya Peraturan Desa (Perdes), SK Kepala Desa, atau dokumen tata kelola yang melindungi hutan, mata air, wilayah adat, dan ruang hidup masyarakat.

  • Pemerintah daerah memasukkan isu konservasi, pengurangan risiko bencana, dan pengelolaan SDA partisipatif dalam rencana pembangunan daerah (RPJMDes, RPJMD, dan Renstra OPD).

2. Meningkatnya Pengakuan Pemerintah terhadap Hak-Hak Alam dan Hak Masyarakat Lokal

  • Pengakuan legal terhadap hutan adat, area penting ekologis, atau hak kelola masyarakat.

  • Penyediaan ruang yang lebih besar bagi perempuan, petani, dan pemuda dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan desa.

3. Penguatan Kolaborasi antara Komunitas dan Pemerintah

  • Terbentuknya forum atau mekanisme dialog multipihak untuk membahas isu SDA, lingkungan, dan ketahanan pangan.

  • Pemerintah desa dan kabupaten terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan konservasi, perlindungan mata air, agroforestri, dan mitigasi bencana.

4. Akses dan Dukungan Pemerintah terhadap Program Masyarakat

  • Kelompok masyarakat mendapatkan akses terhadap bantuan pemerintah (permodalan, bibit, pelatihan, penyuluhan, dan infrastruktur).

  • Pemerintah mendukung skema-skema pengelolaan yang dikembangkan komunitas seperti patroli hutan, pengelolaan wisata desa, atau produk pertanian berkelanjutan.

5. Integrasi Isu Pembangunan Berkelanjutan ke dalam Kebijakan Publik

  • Pemerintah mengadopsi prinsip pertanian ramah lingkungan, energi terbarukan, dan konservasi ekosistem dalam dokumen regulasi dan anggaran.

  • Terbentuknya program daerah yang konsisten mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas.

6. Meningkatnya Kapasitas Pemerintah dalam Pengelolaan Lingkungan

  • Aparatur pemerintah desa dan kecamatan memiliki pemahaman lebih baik tentang pengelolaan SDA, mitigasi bencana, dan hak masyarakat.

  • Pemerintah mampu menerapkan pendekatan berbasis data, peta desa, dan sistem informasi lingkungan.

1. Meningkatnya Pengetahuan dan Kesadaran Keluarga tentang Pengelolaan Keuangan

  • Keluarga memahami konsep dasar keuangan: pendapatan, pengeluaran, tabungan, investasi kecil, dan pengelolaan risiko.

  • Masyarakat mampu membuat keputusan keuangan yang lebih bijak dan terinformasi.

2. Terjadinya Perubahan Perilaku Keuangan yang Lebih Teratur dan Terencana

  • Keluarga memiliki kebiasaan mencatat pengeluaran dan membuat perencanaan keuangan bulanan.

  • Muncul kebiasaan menabung, baik di rumah, kelompok, maupun lembaga keuangan formal.

3. Meningkatnya Akses Keluarga terhadap Layanan Keuangan Formal dan Informal

  • Keluarga mengenal dan memanfaatkan layanan seperti bank, koperasi, kelompok simpan pinjam, dan lembaga keuangan mikro.

  • Kelompok atau desa memiliki skema keuangan berbasis komunitas (arisan, KSP, tabungan kelompok, dll.)

4. Memperkuat Ketahanan Ekonomi Rumah Tangga

  • Keluarga lebih siap menghadapi situasi darurat (sakit, gagal panen, bencana, kehilangan pendapatan).

  • Penghasilan keluarga lebih stabil karena adanya perencanaan dan diversifikasi.

5. Meningkatnya Kemandirian Ekonomi Perempuan dan Kelompok Rentan

  • Perempuan, pemuda, dan rumah tangga miskin memiliki akses yang setara terhadap layanan dan pelatihan keuangan.

  • Perempuan lebih aktif dalam pengambilan keputusan ekonomi keluarga.

6. Terwujudnya Perencanaan Keuangan yang Mendukung Pembangunan Ekonomi Desa

  • Kelompok masyarakat dapat mengelola dana bersama, dana konservasi, atau dana usaha produktif dengan transparan.

  • Data dan kebiasaan keuangan keluarga mendukung perencanaan ekonomi desa yang lebih inklusif.

1. Meningkatkan Pengetahuan Anak dan Remaja tentang Lingkungan

  • Anak memahami pentingnya menjaga hutan, air, tanah, dan keanekaragaman hayati.

  • Generasi muda mengenal dampak negatif sampah, pembakaran, dan pencemaran.

2. Menumbuhkan Sikap dan Perilaku Ramah Lingkungan Sejak Usia Dini

  • Anak terbiasa melakukan tindakan sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah, menanam pohon, dan merawat tanaman.

  • Terbentuk karakter peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memperkenalkan Pangan Lokal sebagai Sumber Gizi dan Identitas Budaya

  • Anak memahami jenis-jenis pangan lokal (umbi-umbian, serealia lokal, sayuran desa, buah lokal).

  • Tertanam kebanggaan terhadap pangan lokal yang sehat, murah, dan berkelanjutan.

4. Mendorong Kebiasaan Konsumsi Sehat dalam Keluarga dan Lingkungan Sekolah

  • Anak dan keluarga mengurangi ketergantungan pada makanan instan dan mulai mengonsumsi pangan lokal bergizi.

  • Sekolah dan keluarga mendukung kegiatan kebun sekolah, dapur sehat, atau sarapan lokal.

5. Mengembangkan Ruang Belajar Lingkungan dan Pangan Lokal di Sekolah dan Komunitas

  • Terbentuknya kebun sekolah, kelas hijau, atau program “anak jaga alam”.

  • Siswa terlibat langsung dalam kegiatan praktik seperti menanam, merawat tanaman, dan panen.

6. Menguatkan Peran Guru, Orang Tua, dan Komunitas dalam Pendidikan Lingkungan

  • Guru memiliki materi dan metode mengajar terkait lingkungan dan pangan lokal.

  • Orang tua mendukung kegiatan di rumah dan memberi contoh gaya hidup hijau.

1. Menghasilkan Data dan Informasi Akurat yang Dibutuhkan Komunitas dan Pemangku Kepentingan

  • Menghasilkan temuan berbasis bukti tentang kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, pangan, atau tata kelola lokal.

  • Data digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, perencanaan desa, atau strategi program Tananua.

2. Memperkuat Kapasitas Masyarakat dalam Mengumpulkan dan Menganalisis Data

  • Masyarakat terlibat langsung dalam pemetaan, survei, FGD, monitoring lingkungan, dan analisis.

  • Tercipta peneliti komunitas (community researchers) yang mampu memimpin riset di desanya.

3. Mendorong Proses Belajar Bersama antara Komunitas, Akademisi, dan Pemerintah

  • Kolaborasi memberi ruang bertukar pengetahuan antara peneliti, masyarakat adat, petani, dan ahli.

  • Menghasilkan pengetahuan baru yang relevan dengan kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat.

4. Memunculkan Solusi Berbasis Data untuk Mengatasi Masalah Lingkungan dan Sosial

  • Temuan riset menjadi dasar penyusunan program konservasi, pengembangan pangan lokal, hak alam, atau tata kelola desa.

  • Rekomendasi riset diterapkan dalam bentuk aksi nyata di tingkat desa.

5. Mendukung Advokasi Kebijakan di Tingkat Desa dan Kabupaten

  • Data riset memperkuat proses advokasi terkait hak kelola, perlindungan hutan, mitigasi bencana, dan ketahanan pangan.

  • Pemerintah mendapatkan referensi akurat untuk merancang kebijakan yang pro-lingkungan dan pro-rakyat.

6. Mengembangkan Pengetahuan Baru yang Bisa Dibagikan secara Luas

  • Hasil riset dipublikasikan sebagai laporan, artikel, bahan kampanye, atau modul pembelajaran.

  • Pengetahuan lokal terdokumentasi sehingga tidak hilang dan bisa diwariskan.

Translate »