Kunjungan Wakil Ketua I DPD RI, Anjelo Wake Kako, ke Desa Tonggopapa, Kabupaten Ende, menyoroti persoalan mendasar dalam pembangunan desa: kurangnya keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian dan perkebunan. Diskusi yang berlangsung dalam Pertemuan Semesteral Petani Dampingan Yayasan Tananua Flores (YTNF) tersebut mengungkap fakta bahwa pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih didominasi oleh kelompok usia tua, sementara generasi muda lebih tertarik untuk bekerja di kota.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di NTT, tetapi menjadi masalah nasional. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi momentum kebangkitan desa dengan keterlibatan aktif tenaga produktif dalam mengelola sumber daya lokal. Namun, kenyataannya, desa-desa kehilangan tenaga kerja muda yang potensial. Jika dibiarkan, tren ini akan semakin mengancam keberlanjutan sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi pedesaan.
Senator Anjelo Wake Kako dengan tegas menyampaikan bahwa pemuda desa harus melihat pertanian sebagai peluang ekonomi yang menjanjikan. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi produk non-tambang, termasuk pertanian dan perkebunan, harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Hilirisasi menjadi kunci untuk meningkatkan nilai tambah produk desa sehingga hasil pertanian tidak hanya dijual dalam bentuk mentah, tetapi dapat diolah menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi.
Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Yayasan Tananua Flores selama lebih dari 35 tahun menjadi contoh konkret bagaimana petani dapat diperkuat dalam mengelola hasil pertanian dengan pendekatan yang ramah lingkungan. Namun, tantangan utama yang masih dihadapi adalah ketidakpastian pasar dan ketersediaan produk secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dibutuhkan peran aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, serta investor, untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan.
Dalam konteks ini, permintaan Kepala Desa Tonggopapa agar Senator Anjelo Wake Kako mengawal status tenurial pemukiman di Dusun Manajawa menjadi isu yang sangat penting. Legalitas kepemilikan lahan menjadi faktor utama dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat petani. Tanpa kepastian ini, upaya hilirisasi produk desa akan sulit terwujud karena masih terhambat oleh status kawasan hutan negara yang tidak jelas.
Sebagai langkah konkret, pertemuan lanjutan yang akan diadakan pada 15 Maret 2025 di Café Debarbara diharapkan mampu merumuskan strategi yang lebih komprehensif. Pertemuan ini harus menjadi forum bagi pemuda desa, petani, serta pihak terkait untuk menggagas model hilirisasi produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa secara berkelanjutan.
Saatnya desa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan potensi lokalnya. Dan kunci utama dari transformasi ini terletak pada peran aktif generasi muda yang harus didorong untuk kembali membangun kampung halamannya. Jika pemuda tidak kembali ke desa, siapa yang akan meneruskan pertanian di masa depan?. Heri Se



Eksplorasi konten lain dari Tananua Flores
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.